Selasa, 30 April 2013

Takdir ada ditangan kita?


Di sebuah desa, ada seorang
tua yang sangat dikenal.
Namanya disebut-sebut
sebagai seorang yang sangat
bijaksana, tempat banyak
orang bertanya tentang hal apa saja. Petuah dan nasihat si
orang tua tersebut juga
dianggap selalu tepat,


sehingga ia sangat dihormati
dan disegani. Suatu ketika, ada dua orang
pemuda yang penasaran
dengan kebijaksanaan orang
tua tersebut. Sebab, mereka
mendengar bahwa petuah dan
wejangan si orang tua selalu manjur untuk mengatasi
berbagai macam persoalan
hidup. Mereka saling adu
argumentasi tentang benar
tidaknya berita tersebut.
Maka, mereka pun ingin membuktikan kehebatan
orang tua, apakah sesuai
dengan yang dibicarakan
orang atau tidak. Hingga, pada sebuah sore yang
cerah, mereka mendatangi
orang tua bijak tersebut di
kediamannya. Salah satu
pemuda nampak membawa
sesuatu yang sepertinya disembunyikan di tangannya.
Ia menggenggam benda
tersebut erat-erat, dan
menaruhnya di belakang
badannya, seolah tidak ingin
memperlihatkannya pada orang tua tersebut. "Wahai Paman. Bolehkan aku
bertanya?"
Si orang tua yang saat itu
sedang bersantai kemudian
menjawab, "Apa yang bisa
kubantu?" "Kami yang muda ini ingin
belajar mengetahui banyak
hal sebagai bekal hidup nanti.
Sayang, sampai saat ini kami
belum menemui guru yang
kami anggap tepat yang bisa memuaskan dahaga
pengetahuan kami. Nah, kami
mendengar Paman adalah
orang paling bijaksana di desa
ini," tutur salah satu pemuda.
"Karena itu, kami ingin bertanya kepada Paman." Si orang tua hanya tersenyum
mendengar ungkapan pemuda
tadi. "Aku hanya orang biasa.
Aku tak bisa mengajarkan
apa-apa kepadamu Anak
muda," jawab si orang tua merendah. "Aku hanya
mencoba menjawab sebisa
mungkin pertanyaan-
pertanyaan yang sering
diajukan orang kepadaku." Mendengar jawaban tersebut,
maka pemuda yang dari tadi
menyembunyikan sesuatu di
tangannya segera bertanya,
"Kalau Paman memang bisa
menjawab semua pertanyaan, cobalah jawab pertanyaanku
ini. Aku sedang membawa
burung kecil di genggamanku.
Apakah burung di tanganku
ini dalam keadaan mati atau
hidup, wahai Paman?" Sejenak, si orang tua menatap
wajah pemuda itu dalam-
dalam. Sembari tetap menebar
senyum, ia pun lantas
menjawab, "Anak muda, mati
atau hidup burung itu ada di tanganmu. Kalau aku katakan
burung itu hidup, dengan
mudah kau pencet burung itu
hingga mati. Tapi, kalau aku
katakan burung itu mati,
dengan mudah pula kamu melepaskannya untuk hidup
bebas ke angkasa. Sama juga
dengan kehidupan. Semua
sebenarnya ada dalam
genggaman tangan kita
sendiri. Melalui tangan kita sendirilah nasib ini
ditentukan." Mendengar jawaban penuh
makna tersebut, si pemuda
langsung melepaskan burung
yang sedari tadi dalam
genggamannya. Ia dan
temannya segera meminta maaf pada si orang tua karena
lancang telah mencoba
mengujinya. Mereka juga
meminta agar bisa belajar
lebih banyak tentang ilmu
kehidupan pada si orang tua bijak. RENUNGAN:
Ada sebuah ajaran yang
menyebutkan bahwa Tuhan
tidak akan mengubah nasib
suatu kaum, sebelum kaum
itu sendiri yang mengubahnya. Ini adalah
sebuah ajaran sangat mulia
yang menjadi cerminan
bahwa sebenarnya kita
sendirilah yang menentukan
nasib. Apakah baik atau buruk, senang atau susah,
gembira atau sedih, semua itu
bergantung pada bagaimana
kita menyikapi hidup dan
kehidupan. Seperti filosofi yang terus
saya sebutkan, "Success is my
right!" Sukses adalah hak
setiap orang dan hak siapa
saja yang menyadari,
menginginkan, dan memperjuangkan dengan
sepenuh hati. Unsur
menyadari, menginginkan,
dan memperjuangkan inilah
sebenarnya yang menentukan
nasib kita sendiri. Dengan sebuah kesadaran penuh
tentang arti kesuksesan, serta
dengan menjadikannya
sebagai sebuah keinginan atau
target besar yang menantang,
kemudian memperjuangkan sepenuh hati, maka
kesuksesan pasti akan kita
raih. Oleh karena itu, kita
sebenarnya mempunyai nasib
atau takdir laksana sang
burung dalam genggaman.
Hanya dengan tangan
sendirilah kita bisa menentukan apa saja yang
dapat kita raih. Melalui
kekuatan diri sendiri pulalah
kita bisa mewujudkan semua
impian. Maka, mari kita perkaya
mental dengan terus berjuang
tanpa henti untuk
menentukan nasib sendiri!
Kita lepaskan belenggu
keinginan bergantung pada orang lain, dan menggantinya
dengan tekad dan keyakinan
diri sendiri, guna meraih
sukses seperti yang kita
dambakan.

Tukang lentera


Alkisah seorang tukang
lentera di sebuah desa kecil,
setiap petang lelaki tua ini
berkeliling membawa sebuah
tongkat obor penyulut
lentera

dan memanggul sebuah tangga kecil. Ia
berjalan keliling desa menuju
ke tiang lentera dan
menyandarkan tangganya
pada tiang lentera, naik dan
menyulut sumbu dalam kotak kaca lentera itu hingga
menyala lalu turun, kemudian
ia panggul tangganya lagi dan
berjalan menuju tiang lentera
berikutnya. Begitu seterusnya dari satu
tiang ke tiang berikutnya,
makin jauh lelaki tua itu
berjalan dan makin jauh dari
pandangan kita hingga
akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam. Namun
demikian, bagi siapapun yang
melihatnya akan selalu tahu
kemana arah perginya pak
tua itu dari lentera-lentera
yang dinyalakannya. Penghargaan tertinggi adalah
menjalani kehidupan
sedemikian rupa sehingga
pantas mendapatkan ucapan:
"Saya selalu tahu kemana arah
perginya dari jejak-jejak yang ditinggalkannya. " RENUNGAN:
Seperti halnya perjalanan si
lelaki tua dari satu lentera ke
lentera berikutnya,
kemanapun kita pergi akan
meninggalkan jejak. Banyak orang masuk ke
dalam kehidupan kita, satu
demi satu datang dan pergi
silih berganti. Ada yang
tinggal untuk sementara
waktu dan meninggalkan jejak-jejak di dalam hati kita
dan tak sedikit yang
membuat diri kita berubah. Tujuan yang jelas dan
besarnya rasa tanggung
jawab kita adalah jejak-jejak
yang ingin diikuti oleh putera
puteri kita dan dalam
prosesnya akan membuat orang tua kita bangga akan
jejak yang pernah mereka
tinggalkan bagi kita.
Tinggalkanlah jejak yang
bermakna, maka bukan saja
kehidupan anda yang akan menjadi lebih baik tapi juga
kehidupan mereka yang
mengikutinya.

Diam disaat yang tepat


Dikisahkan bahwa ada
seorang lelaki miskin yang
mencari nafkahnya hanya
dengan mengumpulkan kayu
bakar lalu menjualnya di
pasar.

Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan.
Bahkan, kadang-kadang tak
mencukupi kebutuhannya.
Tetapi, ia terkenal sebagai
orang yang sabar. Pada suatu hari, seperti
biasanya dia pergi ke hutan
untuk mengumpulkan kayu
bakar. Setelah cukup lama dia
berhasil mengumpulkan
sepikul besar kayu bakar. Ia lalu memikulnya di
pundaknya sambil berjalan
menuju pasar. Setibanya di
pasar ternyata orang-orang
sangat ramai dan agak
berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena
ujung kayu yang agak
runcing, ia lalu berteriak,
"Minggir... minggir! kayu
bakar mau lewat!." Orang-orang pada minggir
memberinya jalan dan agar
mereka tidak terkena ujung
kayu. Sementara, ia terus
berteriak mengingatkan
orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di
hadapannya tanpa
mempedulikan
peringatannya. Kontan saja ia
kaget sehingga tak sempat
menghindarinya.Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu
tersangkut di baju bangsawan
itu dan merobeknya.
Bangsawan itu langsung
marah-marah kepadanya, dan
tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak
puas dengan itu, ia kemudian
menyeret lelaki itu ke
hadapan hakim. Ia ingin
menuntut ganti rugi atas
kerusakan bajunya. Sesampainya di hadapan
hakim, orang kaya itu lalu
menceritakan kejadiannya
serta maksud kedatangannya
menghadap dengan si lelaki
itu. Hakim itu lalu berkata, "Mungkin ia tidak sengaja."
Bangsawan itu membantah.
Sementara si lelaki itu diam
saja seribu bahasa. Setelah
mengajukan beberapa
kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu,
akhirnya hakim mengajukan
pertanyaan kepada lelaki
tukang kayu bakar itu.
Namun, setiap kali hakim itu
bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam.
Setelah beberapa pertanyaan
yang tak dijawab berlalu,
sang hakim akhirnya berkata
pada bangsawan itu,
"Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa
memperingatkanmu ketika di
pasar tadi." Bangsawan itu agak geram
mendengar perkataan hakim
itu. Ia lalu berkata,"Tidak
mungkin! Ia tidak bisu wahai
hakim. Aku mendengarnya
berteriak dipasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!"
dengan nada sedikit
emosi."Pokoknya saya tetap
minta ganti," lanjutnya. Dengan tenang sambil
tersenyum, sang hakim
berkata, "Kalau engkau
mendengar teriakannya,
mengapa engkau tidak
minggir?" Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia
tidak bersalah. Anda yang
kurang memperdulikan
peringatannya." Mendengar keputusan hakim
itu, bangsawan itu hanya bisa
diam dan bingung. Ia baru
menyadari ucapannya
ternyata menjadi bumerang
baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu
bakar itu pun pergi. Ia selamat
dari tuduhan dan tuntutan
bangsawan itu dengan hanya
diam.

Potonglah talinya


Seorang pendaki gunung nan
gagah berani mendaki
sendirian puncak yang sangat
tinggi. Di tengah
pendakiannya tiba-tiba kabut
tebal menutupi jarak pandangnya, dia terperosok
ke jurang sempit yang gelap
gulita.

Setelah sempat
pingsang, dia tersadar sedang
bergantung pada tali yang
mengikat pinggangnya. Hal pertama yang dia ingat adalah
untuk memohon pertolongan
kepadaNya. Dengan badan yang masih
lemah entah berapa lama
pingsan, dia berdo’a lirih “…ya
Rabb-ku, tolonglah aku…”
kemudian dia tertidur lagi
dengan lunglai, tetapi dalam mimpinya Yang Maha
Penolong ‘berkata’ dengan
penuh kasih sayang
kepadanya : “…apakah
engkau yakin Aku bisa
menolongmu…?”. Si pendaki gunung langsung
terbangun dan menjawab : “…
Ya Rabb, aku yakin
Engkaulah yang bisa
menolongku…”, kemudian
setelah beberapa lama menunggu pertolongan belum
datang, dia tertidur lemah
lagi. Dalam mimpinya Yang
Maha Penolong datang lagi
dan berkata : “kalau begitu,
potonglah talimu…!”. Sang pendaki langsung
terbangun dan berkata : “…
potong tali…?” sambil seolah
mempertanyakan petunjuk
dalam mimpinya. Dia melihat
kanan-kiri, atas dan bawah – semuanya gelap, dia tidak bisa
melihat apa-apa. Dia bingung
dan lelah, kemudian tertidur
lagi. Dalam tidurnya dia mimpi lagi
hal yang sama : “…potonglah
talimu…!”, lagi-lagi dia
terbangun dan bertanya
kembali : “…masak potong
tali sih…?” dia melihat sekitarnya tetap gelap dan dia
tetap tidak melihat apa-apa.
Dia tertidur lagi dan sekali lagi
pula dia bermimpi hal yang
sama, kali ini dengan nada
perintah yang lebih jelas dan lebih keras : “…POTONG
TALIMU…!!!”. Sang pendaki-pun tersentak
kaget dan terbangun, tetapi
dilihatnya kanan-kiri, atas-
bawah tetap gelap dan dia
tidak melihat apa-apa. Dalam
kegalauan dan kelelahan yang luar biasa dia tertidur lagi
untuk selamanya dan tidak
terbangun lagi (mati !). Setelah pencarian beberapa
hari tim SAR akhirnya
menemukan mayat sang
pendaki gunung ini, terikat
dipinggangnya – dengan kaki
menggantung hanya beberapa sentimeter dari
tanah !. Lelaki sang pendaki gunung
ini adalah kebanyakan
manusia yang merasa perkasa
dengan kemampuannya –
merasa bisa sendirian
mengarungi perjalanan hidupnya, merasa cerdas
dengan akalnya sehingga
selalu men-challenge
petunjukNya, dan merasa
paling kuat dengan imannya
sehingga tidak merasa perlu untuk selalu memperbaiki
keimanannya. Bila ditanya siapa yang
memberi rezeki, dia akan
langsung menjawab bahwa
Allah-lah sang pemberi rezeki
itu – tetapi dia tidak berani
meninggalkan pekerjaannya yang bergelimang dengan
riba, maisir, gharar, korupsi,
nepotisme dan sejenisnya. Dalam skala negeri yang lagi
kacau-pun demikian, yang
diharapkan menjadi
pemimpin malah saling
menelanjangi aib masing-
masing, lalu masing-masing- pun berdo’a agar hukum
ditegakkan dan keadilan yang
akan menang. Masing-masing
merasa benar, masing-masing
merasa saling terdhalimi – lalu
mereka berdo’a dengan harapan keadilan akan
datang, mereka merasa
berhak atas do’a yang pasti
dikabulkan karena merasa
dirinya adalah orang-orang
yang terdhalimi. Tetapi ironinya keadilan ini
adalah versi mereka sendiri-
sendiri, versi undang-undang
yang dibuat oleh tangan-
tangan mereka sendiri.
Ironinya adalah mereka pada dihukum dengan hukum
yang dibuat oleh mereka
sendiri. Mereka berada dalam
kegelapan hukum kanan-kiri,
atas-bawah, mereka mencari
dan memohon keadilan.
Namun ketika keadilan itu
datang dalam bentuk petunjukNya yang sangat
jelas, mereka tidak hiraukan
petunjuk itu – mereka
challenge petunjuk itu seolah
akal merekalah yang lebih
unggul. Mereka terus mencari keadilan dalam gelap, terus
pula Sang Maha Pengasih dan
Penyayang memberi
petunjukNya yang semakin-
jelas dan semakin jelas, tetapi
lagi-lagi petunjuk itu terus tidak dihiraukan. Maka agar kita selamat dari
dampak fitnahnya, ketika
pertolongan itu datang
kepada kita dengan pesan
yang loud and clear : “…
POTONGLAH TALIMU…!!!”, tali yang mengikat kita dengan
riba, dengan kedhaliman,
dengan lingkungan politik
yang korup, dengan
kepitalisme yang merampas
hak – maka potonglah tali itu - tali apapun yang menjadi
tempat kita bergantung
kepada selain Allah -
potonglah dan ikutilah
petunjukNya, karena
sesungguhnya pertolonganNya itu benar
adanya dan bumi Allah itu
dekat di bawah kaki kita
kemanapun kita berjalan.
InsyaAllah.

Minggu, 14 April 2013

Lebih dahulu?

Suatu hari terjdi pertengkaran
hebat antara ayam dan telur.
Sang ayam mengklaim bahwa
ia lebih dahulu ada ketimbang
telur. Sementara sang telur jg
ga mau kalah,ia mengklaim bahwa adanya ayam itu dari
telur,jd sang telur merasa lebih
berhak untk dsebut yg lebh

tua/ dahulu. Berbagai nego dlakukan tapi mreka tetap
bertengkar untk
memperebtkan sapa yg lbh
brhak danggap lbh dahulu.
Modar! Sampe kapanpun g akn
slesai slgi mereka membwa egonya. Ego bgi mereka adalah
harga diri. Tp apa msti jd orang
yg dahulu untk dhurmati?
Nggak dunk,jelas2 nggak.
Kesimpulanya… Ga harus jd
lebh dahulu(baca lbh tua) untk bs dhurmati,g harus lbh dlu
untk bs exis,g harus lbh tua
dlu untk mndapat bnyak
kmudahan. Ingat matipun g
hrus yg lbh tua dlu kan?

Kaliurang seusai smp

Aku masih ingat waktu itu tp tepatnya aku lupa, waktu itu kita2 alumni kumpul2 di kaliurang, dalam rangka reuni ato perpisahan,aku bner2 lupa. Dgn bis kt menuju kali urang..
kalo ga slh Bu karim yg jd host waktu itu hehehe.. Nah ada acara konyol yg msti kt2 ikuti yaitu game.. Sialnya aku dpt angpau untk ikt game merayu cewe untk ceweknya untk diajak nnton. Untng cweknya waktu itu bu Jimah.. Byangin kalo suruh ngrayu dalmi? Wkakaka… Tp aku jg bngung,gmana nggak ktmu bu Jimah aja grogi aplg ngrayu… Tp ga papa, dan ajaibnya aku dapat ide cemerlang untk menyudahi game ini dari pda aku mkin mlu dkrjain tman2. Ide bgus tp sdkit curang hehehe “yang.. Ayolah kita nnton,filmnya bgus loh” cweknya jwab” ga mau pkognya aku g mau..” akhrnya jurus itu aku kluarkan..”klo ga mau ya sudh.. Kita putus!” hehehe.. Akhrnya game brakhir dgn kilat.. Aku menang walo curang… Syangnya stelah itu tak ada kesan apa apa lg..

Karang kajen

Dulu waktu aku masih sekolah, Tepatnya aku lupa,tp aku msh ingat persis jika aku dulu pernah ngefans sama seseorang. Beruntung aku dulu pernah surat2an sama dia. Tak ada yg istimewa dlm surat2 ku, isinya cuma tukar2 kbr. Hingga pd suatu saat aku pdkt sma dia.. Tp kembali mentok.
. Kayanya emang dia g ada feelling sma aku. Hahaha merana lg.. Yach aku merasa cukup ngefans aja sma dia. Pada suatu saat aku pernah berharap bs ktmu dia,dan ternyata dia mau untk mewujudkan harapanku itu,yaitu ketemuan.. Biar lbh enak kami sepakat ktmu di Karangkajen… Lama aku tnggu,bahkan aku sempat nunggu di samping radio yasika ak2. Yg tentunya dl msh di am 936 khz. Tp dia g jd dtg,akhrnya aku plg dg tngan hampa. Sampe skrg aku msh ingat janjinya brtmu di krgkajen tp tak pernah ia tepati. Harapan trnyata tak sesuai kenyataan. Dan kt memang tak pernah brjodoh dlm bntuk apapun… (kisah ini cuma fiktif belaka,jk ada ksmaan tempat dan nama, itu emang g dsengaja.) Dan sekrg Karang kajen mashkah jd Pasar telo? Penantianku dpasar telo.

Disini 1 tahun lalu

“Tunggulah aku di karang kajen” itu katamu. Saat itu pun tiba dan kuingat persis. Lalu kau buat aku seperti diantara pucuk ilalang. Lalu Setengah harapanku kau bawa pergi…

“Tunggulah aku dikarang kajen” itu katamu. Saat itupun berlalu dan ku ingat persis. Dekat pasar dsebrang jalan. Dengan 2 botol minuman dan setangkai mawar…
Kini satu minumanku telah tandas, tinggal milikmu..
“Kutunggu kau di karangkajen” itu kataku. Karena kau tak pernah jadi datang. Seharusnya aku tak menunggumu.. Tetapi aku menemuimu. Kini kau tak pernah benar benar datang, biarlah… Kutunggu kau 2 tahun lagi.
Pasar telo 20 feb. 1990