Selasa, 28 Mei 2013

Orang itu kaya


Sering saya dengar orang memuji-muji kekayaan orang lain. Menyanjung kesuksesan orang lain. Bahkan terkadang orang yang dipuji bukan orang yang mengenalnya. Kesan yang tampak dari luar yang membuat si kaya dinilai sebagai si kaya. Rumah bagus.
Mobil bagus. Dandanan bagus. Katanya juga makan malam sering di tempat yang bagus pula.

Ilustrasi yang diceritakan menjelaskan bahwa si kaya yang dimaksud memanfaatkan kekayaannya untuk dirinya sendiri. Jika demikian mengapa seseorang ada yang sangat gemar menceritakan kekayaan orang lain? Toh kekayaan itu hanya untuk diri sendiri. Benarkah si kaya ini benar-benar kaya jika kekayaannya tidak banyak menular ke orang lain.

Bagi saya orang kaya adalah orang yang sering membeli bakso saya, karena saya pedagang bakso.
Orang kaya adalah orang yang sering memberi sedekah, karena saya pengemis
Orang kaya adalah orang yang mempekerjakan saya, karena saya pelamar kerja
Orang kaya adalah oarang yang minta saya pijit, karena saya tukang pijit.

Dan orang yang tidak memberi manfaat untuk orang lain, tetaplah orang miskin.

Kehidupan ini nyata bukan hanya cerita rekaan. Kemanusiaan seyogyanya bergerak didasarkan atas kasih sayang, bukan dilandasi semangat iri hati.

Sabtu, 18 Mei 2013

Setiap Pemberhentian Adalah Awal Dari Perjalanan Berikutnya by Mario Teguh

Setiap pemberhentian adalah awal dari perjalanan berikutnya;
dan
setiap pintu keluar adalah pintu masuk ke ruangan yang lain.

Mohon Anda perhatikan catatan kecil berikut ini.
Perjalanan karir kita adalah sebuah proses perpindahan dari satu pemberhentian ke pemberhentian berikutnya. Kita hanya akan segera sampai, bila kita menyegerakan sebuah pemberangkatan untuk setiap pemberhentian.

Mereka yang mencapai hasil yang banyak dan yang besar dan yang tinggi, adalah mereka yang berhenti saat mereka harus berhenti - tetapi yang segera memulai lagi.
Sebaliknya, mereka yang lambat dalam mencapai haknya untuk berhasil, adalah biasanya orang-orang yang memperlakukan tempat-tempat berhenti sebagai pemberhentian, atau bahkan betul-betul sebagai penghentian.
Padahal, sebuah tempat berhenti adalah tempat transisi antara satu perjalanan ke perjalanan berikutnya. Di pemberhentian itu lah kita harus membangun kesiapan yang lebih baik bagi perjalanan berikutnya.
Itu sebabnya, kita Anda dan saya, dianjurkan untuk membuat tempat-tempat berhenti yang terukur dan teratur. Ternyata, orang-orang yang sering berhenti, justru adalah orang-orang yang lebih berhasil daripada mereka yang bekerja tanpa henti; asal yang sering berhenti itu langsung segera memulai lagi dengan kualitas semangat dan kemampuan yang lebih terperbaiki.
Tugas kita, sebetulnya adalah menghubungkan awal dari sebuah perjalanan, ke akhir dari perjalanan itu - dengan kualitas perjalanan yang sebaik-baiknya; agar akhir dari perjalanan itu menjadi awal bagi perjalanan berikutnya yang lebih mendekatkan kita kepada kecemerlangan dan kemuliaan hidup yang kita tuju.
Maka, janganlah pernah Anda merasa sudah sampai.
Kejatuhan dari hampir semua bisnis besar dan pribadi-pribadi besar disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh perasaan sudah sampai, sudah besar, sudah berhasil, dan bahwa keberhasilan berikutnya sudah akan otomatis menjadi hak mereka yang sudah berhasil. Dan kemudian terbukti bahwa mereka salah.
Hanya orang-orang yang selalu merasa berada dalam perjalanan yang berkelanjutan untuk membangun kualitas yang prima, yang akan tetap berada pada puncak-puncak keberhasilan mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang.
Mohon Anda ingat, bahwa keberhasilan bukanlah hanya pencapaian akhir dari sebuah perjalanan, tetapi terutama adalah kualitas dari perjalanan itu.
Sehingga, setiap kali Anda berhenti, pastikanlah bahwa pemberhentian Anda itu menjadikan Anda lebih siap bagi perjalanan berikut yang lebih berkualitas. Sebuah akhir minggu adalah penyiap bagi kehadiran Anda yang lebih berdampak di minggu depan. Ingatlah, setiap pemberhentian adalah awal dari perjalanan berikutnya.
Bila Anda melangkah keluar dari suatu ruangan, dari sebuah bisnis, atau dari sebuah karir; pastikanlah bahwa Anda telah menyiapkan diri untuk menjadi pribadi yang lebih kuat, yang lebih berdampak, dan lebih diperhitungkan di tempat yang baru itu. Ingatlah bahwa sebuah pintu keluar adalah pintu masuk ke ruangan yang lain.

Selasa, 14 Mei 2013

Kisah Bunga Biru Untuk Ibu

Alkisah, ada seorang Ibu yang tidak sengaja menabrak seorang pejalan kaki ketika sedang berjalan di trotoar. “Oh, maaf,” kata sang Ibu.
Jawab si pejalan kaki itu,
“Maafkan saya juga. Saya tak memperhatikan Anda.” Mereka berdua bersikap sangat sopan. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Namun ketika tiba di rumah, berlangsung kisah yang berbeda. Betapa berbedanya sang Ibu dalam memperlakukan seorang yang sangat dikasihinya.
Menjelang malam hari, saat sang Ibu sibuk memasak makan malam, anak perempuan satu-satunya berdiri diam di sampingnya. Ketika berbalik badan, sang Ibu nyaris saja menabrak anaknya. Karena terkejut, sang Ibu menjadi jengkel. “Menyingkir sana. Jangan berdiri di situ,” kata sang Ibu dengan raut muka yang berkerut. Sang anak pun meninggalkan dapur, dengan hati yang sedikit terluka. Sang Ibu sungguh tak menyadari betapa kasar caranya berbicara tadi.
Ketika sang ibu berbaring di tempat tidur, suara hatinya berbicara, “Ketika berhadapan dengan seorang yang tak dikenal, kau bersikap sangat santun. Tapi kau malah memperlakukan anak yang kaucintai dengan kasar. Coba kau lihat lantai dapurmu, akan kautemukan serangkai bunga di dekat pintu. Itu bunga yang dibawakan anakmu untukmu. Dia memetiknya sendiri bunga yang berwarna-warni cerah itu. Anakmu berdiri diam di dekatmu agar tidak merusak kejutannya, dan kau tak pernah melihat airmatanya.”
Dengan segera sang Ibu menuju dapur dan di lantai masih tergeletak bunga berwarna merah muda, kuning, dan biru. Saat itu, sang Ibu merasa sangat menyesal. Airmatanya mulai mengalir. Lalu diam-diam, ia masuk ke kamar sang anak dan dengan perlahan duduk di tepi tempat tidurnya. “Bangun sebentar, anakku,” kata sang Ibu. “Bunga ini kau petik untuk Ibu?”
Sang anak tersenyum meski matanya masih terlihat mengantuk, “Aku menemukannya, di dekat pepohonan. Aku petik karena bunganya cantik, sama seperti Ibu. Aku tahu Ibu pasti menyukainya, terutama yang biru.”
Mendengar jawaban itu, sang Ibu semakin merasa bersalah, “Anakku, maafkan Ibu karena Ibu sudah kasar padamu tadi. Seharusnya aku tak meneriakimu seperti itu.” Sang anak menjawab, “Oh, Ibu, nggak apa-apa, kok. Aku tetap sayang pada Ibu.”
“Ibu juga sayang padamu. Dan aku memang suka bunga-bunga ini, terutama yang biru.”
Tanpa kita sadari, cerita di atas juga sering kita alami sendiri. Betapa kita bisa bersikap sangat sopan dan santun dalam berbicara kepada orang lain, yang baru kita kenal sekalipun, namun semua itu langsung berubah begitu kita menghadapi anggota keluarga kita, atau kerabat, atau sahabat, atau orang-orang dekat kita.
Mari, jadikan kisah ini sebagai “batu pijakan pertama” kita untuk mengubah kebiasaan tidak baik itu, agar ke depannya kita bisa lebih menjaga sikap dan perkataan kita kepada siapa pun yang kita temui.

Jangan Menunda Nunda Waktu

Pada suatu tempat, hiduplah seorang anak. Dia hidup dalam
keluarga yang bahagia, dengan orang tua dan sanak keluarganya. Tetapi, dia selalu mengangap itu sesuatu yang wajar saja.
Dia terus bermain, menggangu adik dan kakaknya, membuat masalah bagi orang lain adalah kesukaannya. Ketika ia menyadari kesalahannya dan mau minta maaf,dia selalu berkata, “Tidak apa-apa, besok kan bisa.” Ketika agak besar, sekolah
sangat menyenangkan
baginya. Dia belajar, mendapat teman, dan sangat bahagia.
Tetapi, dia anggap itu wajar-wajar aja.
Semua begitu saja dijalaninya sehingga dia anggap semua
sudah sewajarnya. Suatu hari, dia berkelahi dengan teman baiknya.
Walaupun dia tahu itu salah, tapi tidak pernah mengambil inisiatif untuk
minta maaf dan berbaikan dengan teman baiknya. Alasannya, “Tidak
apa-apa, besok kan bisa.”
Ketika dia agak besar, teman baiknya tadi bukanlah temannya
lagi. Walaupun dia masih sering melihat temannya itu, tapi mereka
tidak pernah saling tegur. Tapi itu bukanlah masalah, karena dia masih
punya banyak teman baik yang lain. Dia dan teman-temannya melakukan
segala sesuatu bersama-sama, main, kerjakan PR, dan jalan-jalan. Ya,
mereka semua teman-temannya yang paling baik.
Setelah lulus, kerja membuatnya sibuk. Dia ketemu seorang
cewek yang sangat cantik dan baik. Cewek ini kemudian menjadi pacarnya. Dia
begitu sibuk dengan kerjanya, karena dia ingin dipromosikan ke posisi
paling tinggi dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Tentu, dia rindu untuk bertemu teman-temannya. Tapi dia tidak pernah lagi
menghubungi mereka, bahkan lewat telepon. Dia selalu berkata, “Ah, aku
capek, besok saja aku hubungin mereka.” Ini tidak terlalu mengganggu Dia
karena dia punya teman-teman sekerja selalu mau diajak keluar.Jadi, waktu
pun berlalu, dia lupa sama sekali untuk menelepon teman-temannya.
Setelah dia menikah dan punya anak, dia bekerja lebih keras
agar dalam membahagiakan keluarganya. Dia tidak pernah lagi membeli
bunga untuk istrinya, atau pun mengingat hari ulang tahun istrinya dan
juga hari pernikahan mereka. Itu tidak masalah baginya, karena
istrinya selalu mengerti dia, dan tidak pernah menyalahkannya.
Tentu, kadang-kadang dia merasa bersalah dan sangat ingin
punya kesempatan untuk mengatakan pada istrinya “Aku cinta
kamu”, tapi dia tidak pernah melakukannya. Alasannya, “Tidak apa-apa, saya
pasti besok akan mengatakannya. ” Dia tidak pernah sempat datang ke
pesta ulang tahun anak-anaknya, tapi dia tidak tahu ini akan perpengaruh pada
anak-anaknya.
Anak-anak mulai menjauhinya, dan tidak pernah benar-benar
menghabiskan waktu mereka dengan ayahnya.
Suatu hari, kemalangan datang ketika istrinya tewas dalam
kecelakaan,
istrinya ditabrak lari. Ketika kejadian itu terjadi, dia
sedang ada rapat. Dia tidak sadar bahwa itu kecelakaan yang fatal, dia baru
datang saat istrinya akan dijemput maut. Sebelum sempat berkata
“Aku cintakamu”,
istrinya telah meninggal dunia. Laki-laki itu remuk hatinya
dan mencoba menghibur diri melalui anak-anaknya setelah kematian
istrinya. Tapi, dia baru sadar bahwa anak anaknya tidak pernah mau
berkomunikasi dengannya.
Segera, anak-anaknya dewasa dan membangun keluarganya
masing-masing. Tidak ada yang peduli dengan orang tua ini, yang di masa lalunya
tidak pernah meluangkan waktunya untuk mereka.
Saat mulai renta, Dia pindah ke rumah jompo yang terbaik,
yang menyediakan pelayanan sangat baik. Dia menggunakan uang
yang semula disimpannya untuk perayaan ulang tahun pernikahan ke 50,
60, dan 70. Semula uang itu akan dipakainya untuk pergi ke Hawaii, New
Zealand,dan negara-negara lain bersama istrinya, tapi kini dipakainya
untuk membayar biaya tinggal di rumah Jompo tersebut. Sejak itu sampai dia
meninggal,
hanya ada orang-orang tua dan suster yang merawatnya.Dia
kini merasa sangat kesepian, perasaan yang Tidak pernah dia rasakan
sebelumnya.
Saat dia mau meninggal, dia memanggil seorang suster dan
berkata kepadanya, “Ah, andai saja aku menyadari ini dari
dulu….” Kemudian perlahan ia menghembuskan napas terakhir,
Dia meninggal dunia dengan airmata dipipinya.
Apa yang saya ingin coba katakan pada anda, waktu itu nggak
pernah berhenti. Anda terus maju dan maju, sebelum benar-benar
menyadari, anda ternyata telah maju terlalu jauh.
Jika kamu pernah bertengkar, segera berbaikanlah!
Jika kamu merasa ingin mendengar suara teman kamu, jangan
ragu-ragu untuk meneleponnya segera.
Terakhir, tapi ini yang paling penting, jika kamu merasa
kamu ingin bilang sama seseorang bahwa kamu sayang dan cinta dia,
jangan tunggu sampai
terlambat. Jika kamu terus pikir bahwa kamu lain hari baru akan memberitahu
dia, hari itu tidak pernah akan datang.
Jika kamu selalu pikir bahwa besok akan datang, maka
“besok” akan pergi begitu cepatnya hingga kamu baru sadar bahwa waktu telah
meninggalkanmu.

KISAH SEORANG KOKI YANG BIJAK

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_HVyEx4KRW3iUvaR-X07CPTrmScRJJRHlyIYa85oziaS9ThN_0MOeizGH6yOgSMbpQAN0gSUvGnRWi6b27TYdCZw_cd9P-D8FTWkV_u2Mpn5Ag8tz7fry95PRJkFkAV_m0SXmocBlnn0/s1600/kopi.jpgSeorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.


Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.
Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah
kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”

Minggu, 05 Mei 2013

Anjing yang rakus


Ada seekor anjing yang terasa
bingung saking laparnya,
seharian penuh tidak
mendapatkan makanan. Saat
senja tiba, akhirnya dengan
penuh gairah ia melihat sepotong daging yang lezat di
atas tanah, ia bergegas


menggondol daging itu dan
berlari ke tempat tinggalnya.
Dalam hati dia merenung
"sungguh beruntung sekali, di luar dugaan bisa mendapatkan
daging besar ini, saya harus
menikmati dengan
sepuasnya." Sambil berjalan ia berpikir,
dan tanpa disadari tiba di
sebuah sungai, jika sudah
melewati jembatan kecil
berarti tempat tinggalnya
sudah dekat, berpikir sampai di situ ia lantas menggigit
lebih erat lagi daging itu, dan
berjalan di atas jembatan
penyeberangan. Ia berjalan
dengan sangat hati-hati,
ketika sampai di tengah jembatan, tanpa sengaja ia
memandang ke sungai, dan
begitu melihat ke sungai
bukan main kagetnya, ia
melihat ada seekor anjing di
sungai itu, menggondol sepotong daging yang besar
dan sedang menatapnya.
Dalam hati ia mulai berpikir
"wah, daging yang
digondolnya itu tampaknya
lebih besar dibanding daging saya ini! Jika saya sedikit lebih
galak terhadapnya, siapa tahu
mungkin ia akan melepaskan
daging itu dan lari!" Makin dipikir ia semakin
gembira, lalu mulai galak
terhadap anjing di sungai itu.
Namun, anehnya, anjing itu
sepertinya tidak takut sedikit
pun terhadapnya. Ia memelototkan mata, dan
anjing itu juga memelototkan
matanya; ia berbalik, anjing
itu juga berbalik, ia
menghentakkan kaki, anjing
itu juga ikut menghentakkan kakinya. Akhirnya, ia benar-
benar marah, dalam hati
berpikir "lebih baik aku
menggigitnya, ia pasti akan
lari, dengan begitu aku bisa
mendapatkan daging itu," lalu, ia membuka moncongnya dan
menggonggong dengan keras
"Auh. auh.auh..." Begitu ia membuka
moncongnya, daging dalam
gigitannya lalu tiba-tiba
terjatuh ke sungai,
menghancurkan tubuh anjing
yang berada di sungai itu, dan dalam sekejap tenggelam di
dalam air lenyap tak
berbekas. Percikan air yang
dalam menghancurkan semua
mimpi si anjing yang rakus ini,
dan ia baru menyadari bahwa ternyata anjing itu adalah
bayangan dirinya dalam air.
Lalu
dengan sedih ia menangis
"kalau tahu begini aku tidak
akan sedemikian rakus, namun kini, saya harus
menahan lapar lagi, ke mana
aku harus mencari makan?" RENUNGAN:
Banyak orang ingin bisa hidup
dengan lebih baik, harus
mendapatkan lebih banyak,
maka disadari atau tidak
dapat mencelakakan kepentingan orang lain, tidak
puas dengan apa yang sudah
diperolehnya. Bahkan ada
yang tak segan-segan
merampas barang milik orang
lain. Anjing yang rakus ini demi untuk mendapatkan
sepotong daging lebih
banyak, malah kehilangan
makanan lezatnya, lantas apa
yang hilang pada manusia
yang rakus? Persaudaraan, persahabatan, hati nurani atau
ketenangan hati? Ya, ini
semua baru merupakan harta
benda yang paling berharga
dalam kehidupan! Hargailah
semua yang kita miliki, tidak memaksakan sesuatu yang
tidak bisa diperoleh, jangan
karena rakus lantas malah
kehilangan sesuatu yang
sudah ada. "Kalau memang
milik kita, pasti akan kita miliki, kalau bukan jangan
memaksakan kehendak",
orang yang tahu menikmati
hidup apa adanya, itulah
orang yang benar-benar kaya.

Jika umur kita tinggal 1 bulan?


Mendengar judul tadi, apa
yang muncul di dalam benak
anda? Takut. Sedih. Bingung.
Marah. Tertawa saja.
Menganggap pertanyaan itu
ngaco. Semua itu adalah reaksi yang mungkin sekali muncul
saat memikirkan jawaban
pertanyaan itu.

Sebelumnya,
yuk kita dengar opini dari
beberapa wanita berikut ini... "Beribadah sepuasnya..." kata
Nana. Menurutnya, apalagi sih
yang bisa dilakukan manusia
bila sudah tahu tugasnya di
dunia akan segera berakhir?
Yang terpenting mungkin ya mendekatkan diri pada Allah,
meminta ampunan atas dosa
dan kesalahan yang pernah
dilakukan. Sedangkan Fina, seorang ibu
yang penyayang lebih ingin
keliling dunia dengan orang
yang disayangi. "Selain itu aku
juga ingin mengunjungi panti
jompo dan panti asuhan serta berbagi kebahagiaan dengan
orang-orang yang kurang
beruntung," pungkasnya. Jawaban yang cukup berbeda
dan unik datang dari Alin,
"kalau aku ingin menyatakan
perasaan pada seseorang yang
selama ini terpending,"
katanya sambil tertawa. Sebuah keberanian yang saat
ini mungkin sedang
dikumpulkannya, namun tak
cukup untuk membuat
seseorang tahu tentang apa
yang disimpan di dalam hatinya." Sekarang, giliranmu
menjawabnya. Apa? Apa
yang akan kamu lakukan jika
tiba-tiba kamu tahu hidupmu
tinggal sebulan? Well, yang
jelas seketika mungkin hidupmu akan berubah drastis
jika hal ini terjadi. Seperti
beberapa jawaban yang sudah
diungkapkan di atas. Ada
yang akan lebih mendekatkan
diri kepada Allah, karena biasanya kalau sudah BBM-an
atau Facebookan barangkali,
jadi lupa waktu beribadah.
Apalagi, kalau topiknya sudah
soal si anu yang tertangkap
selingkuh. Wah... sungguh topik yang sayang sekali
dipending untuk dibahas.
Alhasil, ibadah menjadi nomer
dua, dan bergosip menjadi
nomer satu. Ada pula yang
ingin keliling dunia bersama orang yang dicintai, yang
mungkin saat ini waktunya
banyak tersita oleh pekerjaan. Jarang sekali bisa membagi
waktu dengan keluarga dan
anak-anak. Apabila anak
kesulitan dalam hal pelajaran,
mudah saja, cukup memanggil
guru privat dan semua akan menjadi beres. Padahal, anak
lebih membutuhkan
kehadiran orang tua yang bisa
membimbing dan
menyemangatinya belajar. Lain cerita dengan yang ingin
mengungkapkan perasaan
pada seseorang. Selama ini,
apa yang dirasakan selalu
disimpan di dalam hati. Takut
diungkapkan. Entah karena takut ditolak, takut
hubungan tidak akan berhasil,
atau ketakutan-ketakutan
lain yang sebenarnya
terbentuk oleh pikiran sendiri.
Lihat saja, betapa banyak hal yang sebenarnya ingin
dilakukan bila tahu hidup
akan berakhir. Kesemuanya
adalah hal yang baik, bukan? Sekarang bayangkan. Bila
semua hal itu dilakukan
sekarang, alangkah indahnya
dunia. Orang akan berkata
"hidup itu sungguh bahagia."
Tak ada lagi anak-anak yang kekurangan perhatian dan
cinta orang tuanya. Tak ada
lagi cinta dalam hati yang
disimpan sekian lama,
kemudian menyesal. Tak ada
lagi pasangan kekasih yang bertengkar karena waktunya
dicuri oleh pekerjaan dan
kesibukan. Tak ada lagi tempat ibadah
yang penuh hanya di hari-hari
rayanya saja. Tak ada lagi
orang yang mencuri hanya
demi sebatang rokok. Tak ada
lagi orang yang melakukan kekerasan pada orang yang
dicintainya. Dear All,
kita bisa melakukannya
sekarang. Tanpa harus tahu
berapa lama lagi kita hidup.
Kita hanya butuh satu hal saja,
kemauan! Tak perlu menunggu untuk tahu
hidupmu tinggal sebulan atau
sekian hari. Lakukan hal-hal
baik yang telah lama ingin
kau lakukan. Termasuk
memberikan pelukan dan ciuman hangat pada orang-
orang terkasih di dalam
hidupmu. Mari, kita mulai dari
sekarang.