Kamis, 23 Januari 2014

Mulai percaya dari surah AL Fatihah...


Selama ini aku sudah bisa mengislamkan 60 orang non-Muslim, termasuk orang Amerika, tapi istriku sendiri belum masuk Islam. Aku anggap ini suatu ujian yang diberikan Allah kepadaku.
AKU bernama Kwee Se Kay, dilahirkan di Purwakarta tanggal 24 April 1952. Aku dilahirkan dari buah perkawinan dari ayahku yang bernama Kwee Cang Lang dan ibuku Sow Fe Ing.
Orangtuaku bekerja sebagai wira usaha, dari situlah aku mulai belajar mencari uang, sampai sekarang usaha foto copy dan alat-alat tulis tersebut aku lanjutkan, usaha tersebut sudah cukup untuk membiayai keluarga.
Kalau orangtua saat itu masih memeluk agama Kong Hu Chu, aku juga masih memeluk agama orangtuaku, dan aku juga pernah masuk agama kristen namun hanya sebentar. Dari 13 bersaudara aku adalah anak yang ke-9, dan hanya aku saja yang masuk Islam.
Walaupun kedua orangtuaku tidak menyetujui dan tidak memberikan respon, berkat keyakinanku akhirnya aku mengikrarkan diri mengucapkan dua kalimah syahadat, aku resmi memeluk agama Islam pada tahun 1985 di al-Hidayah Purwakarta di bawah bimbingan Bapak Maksum Effendi BA, Bapak Komar Nuryaman, dan Bapak Mukhtar. Beliau-beliau ini juga yang merupakan pembimbingku dalam menekuni ajaran Islam. Kini aku telah berganti nama menjadi Budi Mulia Sugiarto.
Sebenarnya, aku mulai tertarik terhadap agama Islam, pada waktu aku di hadapkan pada suatu permasalahan besar yaitu aku harus berhadapan dengan seseorang yang aku anggap masalah ini akan mengorbankan perasaan dan keberanianku, di sini aku mencoba memecahkan masalah dengan membaca surah al-Fatihah sebelum aku melangkah dari rumah, dan alhamdulillah masalah ini dapat diselesaikan dengan baik, aku tidak menyangka bahwa dengan membacakan surat al-Fatihah saja orang yang aku hadapi akan berbalik takut padaku. Dari sini aku mulai berpikir, dengan membacakan surat al-Fatihah saja masalahku ini dapat terselesaikan dengan baik, sedangkan saat itu aku belum menjadi seorang muslim, begitu manjur, apalagi kalau aku sudah menjadi seorang muslim mungkin akan lebih manjur lagi. Kejadian ini berkisar sekitar tahun 1981.
Misi terhadap Keluarga
Misiku terhadap keluarga adalah untuk dapat mengislamkan keluarga, kebetulan pada saat ini, istriku belum menjadi seorang Muslim. Tapi alhamdulillah berkat hidayah dari Allah, ketika aku berdo’a di Multajam Mekkah di situ ada kejadian aneh yaitu waktu aku meminta kepada Allah ada yang mengucapkan qobul-qobul sampai tiga kali dan setelah aku lihat kesekelilingku orang yang mengucapkan qobul tadi tidak ada, aku berharap yang menyebutkan qobul tadi adalah malikat. Dan mudah-mudahan dengan do’a tadi istriku bisa masuk Islam, setelah aku pulang ke Indonesia istriku ingin masuk Islam, insya Allah tahun depan kami akan bersama-sama berangkat ke Makkah dan aku minta doa dari pembaca sekalian mudah-mudahan kami bisa berangkat ke tanah suci sekaligus mengislamkan istriku.
Aku menganggap hal ini merupakan cobaan dari Allah, karena dengan hal ini merasa tersendat. Aku teringat dalam surat al-Ankabut ayat 2: “Apakah manusia cukup (begitu saja) mengatakan, kami telah beriman, sedangkan mereka tidak di uji”. Maksudku di sini, selama ini aku sudah bisa mengislamkan nonmuslim sebanyak 60 orang termasuk orang Amerika yang bekerja di Indosap yang bernama Job Martin salah satunya, tapi istriku sendiri belum menjadi seorang muslim. Aku anggap ini suatu ujian yang diberikan Allah kepadaku.
Pernah terjadi dialog ketika aku mengadakan pengajian ibu-ibu, ada seorang ibu bertanya kepadaku, “Saya akui, dakwah yang bapak uraikan sudah mantap, tapi kenapa istri bapak sendiri belum masuk Islam?” Aku menjawab, Allah berfirman dalam surat al-Qosas ayat 56 yang berbunyi, “Sesungguhnya engkau Muhammad, tidak akan memberikan petunjuk pada orang-orang yang engkau cintai, kecuali aku (Allah) yang bisa memberikan petunjuk kepada orang yang aku kehendaki”. Karena taufik dan hidayah itu datang dari Allah. Jadi dalam hal ini bukannya aku tidak bisa mengislamkan istriku, mungkin taufik dan hidayah belum turun dari Allah, jangan kita mahkluk Allah yang biasa, Nabi Muhammad pun tidak bisa mengislamkan pamannya sendiri. Jadi, di sini jelas sekali bahwa manusia tidak berbuat apa-apa kecuali ada taufik dan hidayah dari Allah.
Kalau dalam keluarga alhamdulillah sudah dikaruniai dua orang anak dan kedua-duanya juga sudah masuk Islam. Yang satu sudah masuk sekolah di SMPN I Purwakarta bernama William Permana, dan yang satu lagi bernama Lena Karela sekolah di SD Yosudarso Purwakarta, dan nama istriku Leni Herawati.
Konsep Hidup
Konsep hidup dalam keluargaku adalah harus hidup bagaikan lebah yang dapat memberikan sari pati madu yang manis kepada setiap orang, dan dapat memberikan contoh yang baik. Sehingga orang bisa mencontoh kelakuan baik kita. Dan sekarang aku sangat bersyukur sekali kepada Allah bahwasanya sampai saat ini aku dapat memberikan suri tauladan yang baik kepada masyarakat. Sehingga orang yang non muslim pun ada yang mengikuti konsep hidupku termasuk orang Amerika yang sudah aku sebutkan di atas. Karena Allah berfirman dalam surah An-Nashr yang berbunyi, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji tuhanmu dan mohon ampun kepadanya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat”. Maka disinilah kita perlu ketahui bahwa Islam itu sesunguhnya adalah demi kepentingan seluruh umat dan memberikan kehidupan yang lebih baik dan hal ini juga sudah dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Saw, yaitu memberikan suri teladan yang baik, aku sebagai Muslim harus mempunyai pandangan ke sana.
Setelah aku masuk Islam, tiga tahun kemudian aku disuruh menjadi imam dan khotib shalat Jumat dan Idul Fitri, sampai sekarang pun insya Allah aku masih melakukan dakwah. Juga yang sangat aku syukuri aku bisa membina umat karena seperti dikatakan Nabi kita, “Sampaikanlah kepadaku walaupun satu ayat”. Dan Allah mengatakan bahwa jihad fisabilillah itu harus dibarengi dengan harta, ini juga sudah aku lakukan walaupun sedikit dakwah yang dilakukan hanya di Purwakarta saja, di kota lain pun aku pernah seperti di Brebes, Bandung, dan kota lainnya. Seperti dituturkan pada Iman R (Sumber http://www.swaramuslim.com/)

Senin, 13 Januari 2014

TAK ADA ANAK YANG TERLAHIR HARAM


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim. ... Pelajaran hidup kali ini diceritakan seorang teman melalui email, sedikit saya ubah agar bisa menjadi pesan yang penuh makna untuk kita semua.

Siapapun yang mengenal diriku pasti menyebutku adalah wanita yang sempurna. Dibesarkan di lingkungan keluarga yang berkecukupan, dikelilingi orang-orang yang mencintaiku, memiliki segudang prestasi, mendapatkan pekerjaan yang bagus dan sahabat-sahabatku berlimpah.

Sejak kecil aku selalu merasa dicintai dan hidupku benar-benar lengkap sempurna setelah aku mendapatkan jodoh suami yang begitu baik dan mencintai diriku.

Aku terlahir menjadi seseorang yang ceria, pribadi yang menyenangkan dan periang. Aku suka sekali tertawa dan menghibur orang-orang di sekelilingku.

Sesekali bersikap manja, itupun hanya pada keluarga dan suamiku. Aku benar-benar bahagia lahir dan batin. Tak pernah sekalipun aku berhenti bersyukur untuk semua yang diberikan Allah padaku.

Sampai suatu ketika di hari ulangtahunku yang ke-28, aku mendapat sebuah kado. Kado itu bukanlah hadiah berupa benda. Kado itu adalah ucapan selamat yang dibarengi dengan tersingkapnya sebuah rahasia keluarga. Rahasia lama yang dipendam kedua orangtuaku dalam-dalam di hati mereka.

Di tengah pesta Barbeque yang diadakan di rumahku, bertepatan dengan hari ulangtahun sekaligus ulangtahun pernikahanku yang ke-4, aku mendapat telepon itu. Ketika itu si penelepon langsung mengucapkan “Selamat Ulang Tahun, Fitriani! Sudah saatnya kamu tahu kalau kamu adalah anak haram Ayahmu, anak hasil selingkuhannya.” Dan telepon langsung ditutup.

Aku tertawa dan berpikir ini pasti orang iseng atau salah satu temanku yang ingin mengerjai. Tanpa mengambil hati apapun kata si penelepon, aku kembali menikmati pesta. Bercanda, bergembira dan melepas rindu dengan orang-orang yang kusayangi, Ibu, Ayah, ketiga adikku, suami, dan bayi mungilku.

Itu adalah salah satu ulang tahun terindah dalam hidupku. Aku bahkan bernyanyi bersama Ayah, berjoget gembira bersama adik-adikku dan pesta itu berakhir dengan permainan air memakai selang taman, kami semua saling membalas menyiram setelah mereka membuatku basah dengan seember air.

Pesta sudah usai ketika aku membersihkan dapur bersama Ibu. Awalnya kami hanya sekedar membicarakan berita-berita terbaru seputar keluarga, film terbaru untuk kami tonton bersama sampai kemudian tanpa sengaja aku menceritakan soal si penelepon.

Aku sedang mencuci piring dan saat aku setengah bercerita, Ibu menjatuhkan seluruh piring kotor yang akan dibawanya padaku ke lantai. Ibu berdiri di tengah dapur, tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat pasi. Saat itu hatiku bisa merasakan ada yang salah. Tapi sungguh, aku sendiri takut mendengar kebenarannya.

Keceriaan yang sepanjang hari mewarnai rumahku, hilang dalam sekejap. Ibu terus menangis dalam pelukan Ayah tanpa kuketahui sebabnya. Semua anggota keluarga bertanya ada apa. Tapi aku tak sanggup berucap. Lalu menjelang tengah malam, terungkaplah semua rahasia itu di hadapan suami dan ketiga adik-adikku.

Aku, adalah anak Ayah dari seorang perempuan lain. Ibuku bukan Ibu yang sekarang sedang menangis pilu di hadapanku. Perempuan itu lebih muda sepuluh tahun lebih muda dari Ibu dan dia meninggal dunia saat melahirkan aku.

Tujuh hari setelah kelahiranku, Ayah baru tahu soal keberadaanku dan ia mengambilku dari Rumah Sakit setelah tak seorangpun dari keluarga perempuan itu mau mengurusku.

Seperti ditusuk ribuan jarum dalam jantungku, seperti dihujani airmata darah, seperti dilempari ratusan batu, aku jatuh pingsan saat mendengarnya. Kenyataan yang tak pernah bisa kubayangkan. Meskipun terbangun dalam pelukan Ibu, aku tahu aku bukanlah aku yang sama lagi.

Entah bagaimana aku harus mengembalikan kebahagiaanku lagi. Aku menangis, menyesali diri dan mengulang kembali semua ingatanku sedari aku kecil dulu. Sungguh tak mudah mengingat kasih sayang yang kuterima selama ini. Setiap ulang tahunku, Ibu selalu merayakannya dengan gembira.

Perempuan itu selalu menyiapkan sendiri semua pesta itu bahkan ketika remaja berkali-kali Ibu memberiku kejutan Pesta Ulang Tahun meski saat itu aku sudah tak lagi begitu menginginkannya.

Bagaimana Ibu bisa terlihat begitu bahagia di setiap foto-foto yang terabadikan di album foto keluarga?sementara aku tahu sebagai istri takkan mudah bagi siapapun untuk menerima kehadiran seorang anak haram sepertiku.

Anak haram, cap baru yang kini terpaksa kuterima itu benar-benar melukai hatiku. Aku tak tahu harus bagaimana agar darah yang mengalir dalam tubuhku bisa terkuras habis. Aku membenci kenyataan itu, aku benci aku tak terlahir dari rahim perempuan seperti Ibu yang kukenal selama ini.

Ibu yang memperlakukanku bagai seorang putri yang hidup di dunia impian setiap anak. Bahkan kini setelah semua yang terungkap, aku merasakan kasih sayang Ibu bukanlah kasih sayang biasa. Ibu adalah seorang malaikat.

Ketika kecil, Ibu selalu bilang aku adalah anak yang sering sekali sakit dan rapuh secara fisik. Ibu hafal semua obatku, ia mengingat semua yang harus ia lakukan agar aku tetap sehat. Aku ingat saat Ibu memberi sederet peringatan ketika aku sekolah pertama kali.

“Fitri tak boleh jajan es, Fitri tak boleh main berpanas-panas di halaman sekolah, bekal makanannya dihabiskan dan kalau Fitri takut atau apa, Ibu ada di luar menunggu.” Saat itu Ibu menungguiku sampai sekolah usai, dengan rela berpanas-panas di luar kelas hanya agar memastikan aku menikmati sekolah.

Menjelang remaja, saat aku mulai menunjukkan prestasiku. Ibu selalu setia mendampingiku dalam setiap acara atau lomba yang kuikuti. Ibu di sana memberiku support, memacu semangat dan selalu membantuku.

Bahkan walaupun saat itu adik-adik juga sudah ada, Ibu masih menyempatkan diri mengurus keperluanku. Terus terang, aku berusaha keras mencapai prestasiku selama ini bukan karena keinginanku sendiri tapi karena aku ingin membuat Ibu bangga. Semakin sering Ibu mengatakan ia bangga padaku, semakin ingin aku mempersembahkan banyak prestasi untuknya.

Ibu mendampingiku saat aku menikah. Ibu memelukku dengan kuat saat aku menangis berpamitan padanya. Ia begitu terharu saat aku mencium kakinya, berterima kasih untuk semua kasih sayang yang ia berikan padaku.

Sepanjang hidupku, aku merasakan kesempurnaan Ibu sebagai orangtuaku. Kesempurnaan itu ia tunjukkan lagi saat kembali mendampingiku melahirkan bayiku. Berbagai ilmu dan pengetahuan menjadi orangtua yang ia ketahui, ia tularkan padaku dalam masa-masa persiapan itu.

Kini, di tengah kebahagiaan itu datanglah kenyataan menyakitkan ini. Bagaimana aku bisa melihat Ayah tanpa merasa marah? Bagaimana aku bisa melihat Ibu tanpa merasa tidak bersalah karena kehadiranku berarti Ibu mengingat pengkhianatan Ayah? Bagaimana aku bisa melihat ketiga adikku tanpa merasa tidak enak karena membagi kasih Ibu padaku?

Bagaimana aku bisa melihat suamiku tanpa merasa takut ia akan mengkhianatiku seperti Ayah? Bagaimana aku bisa melihat bayiku tanpa merasa tidak pantas menjadi Ibunya? Bagaimana aku bisa kembali pada kehidupanku sebelumnya?

Dan aku memilih mengurung diri, menangisi kehadiranku, menyesali semua yang telah Allah berikan padaku. Tidak adil setelah mengetahui semua ini aku masih berharap menjadi bagian dari keluarga besarku.

Aku tak seharusnya berada di tengah mereka. Aku seharusnya menyingkir, karena hidupku yang sesungguhnya bukanlah yang aku nikmati selama ini. Menghindari Ibu, Ayah dan ketiga adikku adalah satu-satunya jalan menyingkir dari mereka.

Tapi aku salah. Secara bergantian mereka berusaha keras berbicara padaku. Meski kukunci pintu kamar, tapi suamiku membantu mereka. Tanpa perduli aku bertambah marah, ia menyuruh mereka semua menemuiku satu persatu.

Malaikat yang kupanggil Ibu itu mengatakan, “Sejak pertama Ibu menggendongmu, tak ada satu haripun Ibu menyesali kehadiranmu. Tak ada satu haripun ibu menyesali keputusan Ibu membesarkanmu. Tak ada satu haripun Ibu merasa kau adalah anak orang lain.

Ibulah yang memberimu nama Fitri, yang berarti suci karena Ibu selalu menganggap setiap anak selalu terlahir suci. Jangan pernah merasa bersalah, karena setiap kali Ibu melihatmu, Ibu melihat kaulah salah satu tempat ibu berharap surga.”

Dan Ayah bilang, “Ayah minta maaf karena telah melakukan dosa itu. Tapi seandainya saat itu diberitahu, Ayah akan tetap mempertahankanmu. Ayah akan mengurus Ibu kandungmu, Ayah akan berusaha keras menjaga kalian semua.

Buat Ayah, Ibu kandungmu adalah perempuan baik yang memberi hadiah cinta terbaik untuk Ayah dan Ibu yang sekarang adalah perempuan baik yang merawat cinta itu dengan ikhlas. Ayah menyayangi mereka semua dan Ayah sungguh-sungguh minta maaf padamu, nak.”

Ketiga adikku tak bisa berkata apa-apa. Mereka hanya memelukku dan menangis bersamaku. Tapi ketika tangis itu mereda, salah satu adik laki-lakiku berbisik dalam suara gemetar.

“Buat kami, kak Fitri adalah kakak kami dulu dan selamanya. Kakak terbaik yang pernah kami punya. Kakak sudah melakukan banyak hal dan kami takkan bisa melupakannya dengan satu kenyataan saja.

Kakak selalu bersama kami dalam berbagai suka dan duka, saling membantu dan saling menjaga selama bertahun-tahun, kami takkan pernah lupa itu. Buat kami yang terpenting adalah perasaan kakak. Tetap jadilah kakak kami yang dulu, kak. Kakak yang sok tahu, yang suka iseng tapi selalu mencintai kami apa adanya dan selalu menjadi tempat kami mengadu setiap kali kami sedang susah.”

Dan yang terakhir berusaha mengeluarkanku dari jurang keputusasaan adalah suamiku. “Tak ada seorangpun di dunia ini bisa memilih orangtua mereka, itu adalah takdir. Kematian Ibu kandungmu, rumah tangga Ayah dan Ibu tirimu, pertemuan kita, semua adalah takdir. Kita tak bisa menentang kehendakNya.

Tapi itu bukanlah hal terpenting. Yang penting itu bagaimana kau membuat pilihan dalam hidupmu sendiri. Hiduplah seperti sebelum kau mengetahui semua ini, sayang. Karena menurut kami, saya dan seluruh orang yang mencintaimu, itulah bagian terbaik dari dirimu.

Jadikanlah semua ini, rahasia ini sebagai pelajaranmu di masa mendatang. Cobaan dan ujian itu adalah pelajaran dari Allah agar kita menjadi manusia yang lebih bijaksana bukan justru menjadi terpuruk dan menjadi orang yang putus asa.”

Dengan ragu kutatap wajahnya yang tersenyum tulus padaku. “Lalu kalau anak kita bertanya soal rahasia itu, aku harus bilang apa?”

Kekasih hatiku itu memeluk dengan hangat. “Katakan bahwa kau memiliki dua orang Ibu. satu yang memberimu kehidupan, satu lagi yang menjagamu dalam kehidupan. Katakan bahwa tak ada seorang anakpun di dunia ini seberuntung dirimu, dan kau ingin anak kita … tidak, tidak, anak-anak kita nanti … merasakan semua yang kau rasakan itu meskipun punya satu Ibu,” ucapnya lembut sembari mengelus rambutku.

“Dan buat saya, mencintaimu bukan hanya cara untuk menunjukkan arti dirimu untuk saya. Tapi untuk menunjukkan pada Ibu, betapa saya sangat menghormati dan menghargai Ibu untuk semua pengorbanan dan kerja kerasnya mendidik seorang ibu dan seorang istri selama ini.

Saya semakin mencintaimu dan ingin terus menunjukkan betapa beruntungnya saya memiliki seorang istri yang begitu dicintai keluarganya tanpa memperdulikan asal usulnya.”

Kehangatan itu mengobati hatiku perlahan-lahan. Meski masih teramat sulit menerima, aku mencoba memahami posisi Ayah dan mempercayai semua kasih sayang yang pernah diberi Ibu untukku semuanya berasal dari hatinya.

Aku tahu aku perlu waktu, sama seperti seluruh keluargaku saat menerima berita itu. Perasaan dibohongi selama bertahun-tahun masih sering melanda dan mengundang kesedihan itu datang lagi. Tapi itu tak lagi penting. Mengenang masa lalu hanya akan menambah luka hati, membuat masa depan yang indah itu adalah tujuan hidupku yang baru.

Tak ada yang membuatku lebih berterimakasih ketika orang-orang yang kusayangi, keluarga besarku yang tak pernah sedikitpun mengubah cara mereka memperlakukan diriku.

Karena cinta dan kasih sayang itu berarti menerima kelebihan sekaligus kekurangan sebagai bagian dari diri seseorang. Tak ada manusia sempurna dan Allah telah mengingatkan aku dengan ujiannya kali ini.

Wallahu a'lam bishshawab, ..
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik ....

Kamis, 09 Januari 2014

SPBU: “Mulai dari NOL ya pak”

Setiap kali saya mengisi perut mobil saya di SPBU milik pertamina saya selalu disuguhkan senyum manis mbak dan mas penjaga pompa bensin plus disuguhkan kata “Mulai dari NOL ya pak” sebagai pertanda bahwa dispenser itu bekerja dari nol untuk mengisi perut mobil saya dan kemudian setelah penuh angka nol akan terpajang kembali untuk mobil dibelakang saya dan begitu seterusnya :)

Saya terusik dengan kata kita mulai dari NOL ya pak, mungkin seperti iklan Pertamina pada saat Idul Fitri kemarin bahwa makna NOL adalah Minal aidin wal faidzin yang berarti semua dosa yang lalu dengan kerabat terhapus dan kita mulai dengan dosa baru :) eh salah dink maksud saya dengan terhapus kesalahan kemarin dan tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama, kemudian saya kembali terngiang kata mulai dari titik NOL dan mencoba memaknai dari sisi yang berbeda seorang Anto[narsis mode on] bahwa titik NOL ini adalah HIJRAH artinya meninggalkan keburukan keburukan dimasa lalu atau titik minus berhenti di titik nol sebagai hijrah dan melanjutkan dengan titik titik plus didepan :) ah indah nya titik NOL ketika kita mampu memaknainya sebagai HIJRAH :)
Hijrah yang saya maksud disini pasti bukan hijrah fisik yang berpindah dari Pondok Indah ke Cilandak atau Depok yah atau sebaliknya, tapi Hijrah yang saya maksud adalah perpindahan nilai nilai buruk dalam kehidupan kita ke nilai nilai yang baik misalnya dahulu yang pemarah kemudian menjadi lembut, dahulu pelit kini rajin bersedekah, dahulu tidak peduli dengan para duafa kini mulai membantu meski bukan bentuk harta, dan inilah yang dimaksud dengan HIJRAH QOLBU … :) hijrah hati kali yah tepatnya.
Dan kata Aa Gym bahwa ”Hijrah yang terpenting ada dua. Pertama, hijrah dari karakter yang buruk ke karakter yang baik. Kedua, hijrah dari karakter yang lemah ke karakter yang kuat, perubahan itu sebaiknya dimulai dari 3 M: ’Mulai dari diri sendiri, Mulai dari yang kecil dan Mulai saat ini’. Karena kita hidup pada saat ini, masa lalu hanyalah kenangan yang tidak bisa diubah dan hari esok barulah merupakan khayalan yang tak seorangpun tahu dengan pasti apakah akan datang … Salut !!
Lalu akankah kita tetap diam ketika kita tahu bahwa kita berada dititik titik minus kehidupan kita, ataukah kita akan mengkambing hitamkan tangan setan nih yang membelenggu jadi kayanya sulit banget berubah, atau untuk kesekian kali takdir kita salahkan padahal kita tahu bahwa doa dapat mengubah takdir dan kita paham bahwa ALLAH tidak akan mengubah diri kita ketika kita tidak merubahnya :)
Nah mulai sekarang bergeraklah tinggalkan titik minus, menuju NOL dan dari NOL kita menuju plus … tinggalkan deh segala bentuk kejahiliyahan, kemunafikan, penyakit penyakit hati [iri, dengki, marah, sombong] sudahlah itu masa lalu dan bergeraklah untuk menjadi lebih baik untuk menggapai cinta ALLAH bukan yang lain, mau kan meninggal dengan indah, dengan lafal terindah bukan rintih kesakitan? maka HIJRAHLAH :)
Kalau saya akan mulai dari hijrah lisan deh, agar gak gampang berucap yang salah salah, untuk itu saya akan lebih banyak diam karena diam saya dzikir, atau saya mulai hijrah dengan menambah sedekah, kalau kemarin saya sedekah 1000 rupiah mungkin esok 2000 ….
kalau kamu, mulai dari mana hijrahnya? let’s share :) asikkk !!

Selasa, 07 Januari 2014

Janji Diatas Takdir

Selama memiliki fesbuk, saya belajar banyak hal, mengambil hikmah dan berbagi hikmah (insya ALLAH) iya ada banyak hal dari yang aneh, yang lucu, yang ngeselin, yang bikin saya bengong heran koq ada yah manusia yang seperti ini,  belum sempet hilang kaget saya ada lagi yang bikin saya bingung,
ada yang ngotot, ada yang ngebual, ada yang merayu, hahahah… yang nyenengin juga ada, dan yang paling banyak saya temui dalah adalah perempuan yang patah hati :) duh wahai perempuan segitu lemahkan kita sampai terseok seok, termehek mehek dibuai oleh kaum Adam :)
Iya saking banyaknya sampai saya berpikir, apa iya kita perempuan ini isi otaknya hanya cinta yah? apa iya tidak ada yang jauh lebih penting yang seharusnya kita pikirkan untuk membuat diri lebih baik dan lebih baik lagi dimata ALLAH dan apa iya tidak ada satupun yang bisa membuat kita berarti bagi hamba hamba ALLAH yang lain, apa iya seumur hidup kita hanya cinta yang membuat kita hidup dan bahagia, I dont think so :) terlalu picik lah kalau diumur 25 masih berkata “kenapa kamu pergi meninggalkan saya sayang...” so what gitu loh kalau orang itu mau pergi, kan gitu yah? :)
Guru mengaji saya sering sekali menasehati “takdir itu tidak perlu dicari, dia akan datang jika saatnya datang, termasuk jodoh pastinya” artinya tugas kita dibumi ALLAH ini adalah menjalankan takdir bukan mempercepat takdir dan memperlambat takdir, takdir adalah apa aapa yang menjadi ketentuan ALLAH atas kita, jodoh salah satunya, kalau takdirnya tak berjodoh sama si itu, yah mau sampai muntah darah nangis nanah juga tetap aja berpisah, kalau memang jodoh mau benci dan gak mau sama yang itu yah tetap aja nikah … jadi jodoh itu masalah takdir dan bahagia itu bukan  HANYA dari jodoh !! berapa orang yang tak bahagia setelah menikah? wak waw !!
ah elu terlalu rasional ” engga juga menurut saya, meski saya menggunakan hati dan perasaan saya kemudian saya nangis 7 hari 7 malam karena si dia menikah dengan yang lain apa iya kemudian takdir saya berubah? kan tidak kan? dan ada sejuta pelajaran dari patah hati loh, yang salah duanya adalah mengajarkan saya bersyukur “ridho itu bagian dari syukur, jangan sampai kita kehilangan syukur kita atas napas yang diberikan gratis, atas makanan yang tak ada habis habisnya, atas uang yang selalu ada didompet meski tak banyak, atas sahabat yang selalu ada, atas orang tua yang selalu disisi” lalu kita lupa mensyukuri ini hanya karena kekasih kita diambil ALLAH, padahal ALLAH mengambil si dia untuk digantikan dengan yang lebih baik, iya gak sih?
“Dan ALLAH tidak mengambil sesuatu dari hambanya kecuali untuk menggantikannya dengan yang lebih baik” ini janji ALLAH dan ALLAH tidak pernah ingkar janji maka nikmat ALLAH yang mana lagikah yang sanggup kita ingkari … tidak ada !! semua nikmat, semua indah meski luka sekalipun
Jadi gak boleh dong De kita berjanji untuk sehidup semati?” hehehe… emangnya kita siapa bisa mengatur ALLAH,  emang hidup kita yang punya apa? disetiap shalat saya dan shalat kita semua berjanji bahwa “hidup kita, mati kita hanya milik ALLAH“  masih inget kan? atau asal baca gak tahu artinya? :) *galak banget sih De, ampun dah* jadi saudra saudara sekalian (gaya ustadz) ketika saya berjanji akan sehidup semati dengan kekasih saya itu artinya saya sudah menjadikan kekasih saya berhala, menyembah selain ALLAH, berjanji dengan menyamakan ALLAH dengan ciptaanNYA dan dosa yang tak terampuni adalah dosa syirik, dosa menTUHANkan selain ALLAH, masih berani apa saya berjanji begini … padahal saya belum mati saja si dia sudah sibuk menggoda yang lain.
Kemudian ketika saya sibuk mengurusi jodoh, cari lelaki kesana kemari, meminta para sahabat untuk menjodohkan saya dengan sahabatnnya yang lain yang juga ngebet nikah seperti saya, kenapa saya tidak sibuk memperbaiki diri, bukankah ALLAH menjanjikan laki laki yang baik untuk perempuan yang baik, dan ALLAH tidak pernah salah apalagi ketuker :) tugas saya hanya memperbaiki diri, mengejar akhirat maka urusan dunia biarkan ALLAH yang mengatur, rejeki dan jodoh sudah diatur bukan? ikhtiar itu memperbaiki diri dan tawakal itu menyerahkan kepada ALLAH, kan gitu kan yah? *garuk garuk kepala sendiri, gemes*

Jadi sudahlah wahai pemuda, saat ini cukuplah ALLAH menjadi satu satunya yang ada dihati kita, jangan racuni dengan racun racun dunia, ketika dunia menguasai hati maka akhirat akan jauh loh … kan gak mungkin pegangan tangan sama pacar sambil dzikir kan yah? kan gak mungkin melamunkan wajah si tampan sambil memikirkan nama nama indah ALLAH kan yah?
Yok benahi diri … jika ALLAH belum memberikan kita jodoh saat ini, masih ada jutaan jalan menuju roma, ibadah ibadah yang lain menunggu, jadilah pemuda yang cerdas, pemuda yang wajahnya bersinar karena kecintaaannya pada ALLAH, mari…  :)

Rabu, 01 Januari 2014

Langitku Bukan Langitmu

laut
“Tahu, mengapa kita tak boleh terlalu senang berlebihan saat dikaruniai kenikmatan?
Agar kita menjaga yang lain untuk tetap bersyukur..
Karena, tak semestinya kita menjadi perantara orang untuk kufur nikmat..
Yang hamil, menjaga perasaan orang yang belum hamil..
Yang sudah menikah, menjaga perasaan orang yang belum menikah..

Yang kaya, menjaga perasaan orang yang miskin..
Yang sempurna fisiknya, menjaga perasaan orang yang memiliki kekurangan fisik..
Indah.
Kita menjaga diri bukan lantaran orang-orang disekitar kita iri..
Kita menjaga diri bukan berarti kita tidak berhak mengekspresikan rasa senang dan syukur kita..
Kita menjaga diri karena kita ingin sama-sama bersyukur dengan mereka yang belum mendapati nikmat yang sudah kita dapati..
Karena menjadi perantara syukur bagi orang lain adalah kenikmatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya”
Kalimat diatas saya baca pagi ini, dan cukup menampar hati saya, mengingatkan saya saat saya memiliki segalanya sekian tahun yang lalu, iya memiliki segalanya ternyata membuat saya sombong dan melupakan perasaan orang orang disekiling saya yang juga menjadi kewajiban saya untuk menjaganya :)
Saya jadi teringat beberapa waktu lalu saya menegur seorang sahabat yang boleh dibilang memiliki segalanya yang orang inginkan dan impikan di dunia ini, dia memiliki usaha, memiliki istri yang cantik dan seorang putra yang sedang lucu lucunya, setiap hari dia memamerkan (ini istilah saya yah ”memamerkan”) semua yang ia miliki, photo didepan warung mie nya, photo dideapan mobil barunya plus anak dan istrinya tentunya yang buat saya ini berlebihan, kalaupun dia memiliki segalanya apa iya harus begitu, harus dipajang, wajib di pertontonkan? kan engga kan? kemudian saya tegur untuk tidak berlebihan karena tidak semua orang suka dan jawabannya pas dengan perkiraan saya ”iri ya lo De? gak punya kan?” masya Allah, kalaupan saya punya tentu saya tidak akan memamerkannya bro !! :)
Saya jadi teringat pesan guru mengaji saya bahwa agama bukan hanya soal ibadah shalat, zakat dan puasa tapi lebih soal tingkah laku, soal membawa diri, soal menjadi muslim muslimah yang rendah hati, karena Islam itu sederhana dalam pembawaan tapi berat dalam ilmu, seharusnya sebagai seorang muslim muslimah yang baik kita wajib menjaga perasaan orang lain…
ini bukan soal saya tidak punya dan kamu punya, ini soal menjadikan diri kita jembatan untuk bersyukur, bukan menggunakan semua yang ALLAH berikan kemudian memakai pakaian kesombongan, lalu dimana nilai syukurnya? atau kita yang mengatas namakan umat Nabi Muhammad ini tidak lagi bisa membedakan mana syukur dan mana sombong, nauzubillahimindzalik !!
.
Sudah selayaknya, dalam berbahagia pun kita mesti bersabar, bersabar untuk tidak mengumbar untuk tak melulu kebahagiaan itu disebut-sebut dalam berbagai kesempatan, sebab langit disini belum tentu serupa dengan langit disana …. semua yang kita miliki belum tentu membuat orang bangga juga memilikinya, lalu apa yang bisa kita banggakan !!!
Mari belajar bersabar ketika memiliki segalanya, sebab sabar bukan hanya saat tak memiliki apa apa …

Tentang “Kapan Nikah?”



Nikah itu ibarat kelulusan kuliah. Bagi saya, kelulusan kuliah itu bukanlah soal lulus tepat waktu. Tetapi soal lulus di waktu yang tepat. Begitu pula dengan menikah.
Berapa banyak mahasiswa yang lulus tepat waktu, bahkan lebih cepat, Satu hal yang saya pelajari adalah bahwasanya setiap mahasiswa punya alasan tersendiri mengapa lulus cepat dan lulus lama.

Setiap mahasiswa punya argumentasi yang unik. Tapi, yang pasti mereka semua ingin lulus. Begitu pula dengan menikah. Terlebih urusan jodoh itu adalah perkara takdir Yang Kuasa.

Jadi alangkah bijak jika kita mengurangi pertanyaan, “Kapan nikah?” “Kok belum nikah?” Kemudian ditutup dengan kalimat simpati mengasihani—yang sama sekali tidak memberikan solusi, “Semoga disegerakan.” Jika mau, ganti kalimat simpati itu dengan, “Butuh dicarikan?” “Butuh bantuan?” “Mau disambungin?” Atau, ya, sama sekali tidak usah dipertanyakan. Sebab, sekali lagi, setiap orang punya argumentasinya sendiri tentang waktu menikah, sama seperti kelulusan.

Bagi saya, kebahagiaan dan keberkahan itu tidak dipercepat dengan menikah cepat, atau diperlambat karena menikah waktunya sungguh berada ditangan Allah, nangis darah jika belum saatnya ya belum datang...