Sabtu, 26 April 2014

Remaslah Tanganku dan Akan Kukatakan Aku Sayang Kamu

Ingatkah ketika masih kecil kamu jatuh dan terluka? Ingatkah apa yang dilakukan ibumu untuk meringankan rasa sakit?
Ibuku, selalu menggendongku, membawaku ke tempat tidurnya, mendudukkan diriku, lalu mencium “aduh”-ku. Lalu ia duduk di tempat tidur di sampingku, meraih tanganku dan berkata, “Kalau sakit, remas saja tangan Ibu. Nanti akan kukatakan Aku sayang kamu. 
Sering aku meremas tangannya, dan setiap kali, tak pernah luput, aku mendengar kata-kata, “Mary, Ibu sayang kamu.”
Kadang-kadang aku pura-pura sakit hanya supaya aku memperoleh ritual itu darinya. Waktu aku lebih besar, ritual itu berubah, tapi ia selalu menemukan cara untuk meringankan rasa sakit dan meningkatkan rasa senang yang ku rasakan dalam berbagai bagian hidupku.
  
Pada hari-hari sulit di SMU, ia akan menawarkan sebatang cokelat almond Hershey kesukaannya saat aku pulang. Semasa usiaku 20-an, Ibu sering menelepon untuk menawarkan piknik makan siang spontan di taman untuk sekadar merayakan hari cerah dan hangat.
Kartu ucapan terima kasih yang ditulisnya sendiri tiba di kotak pos setiap kali ia dan ayahku berkunjung ke rumahku, mengingatkanku betapa istimewanya aku baginya.
Tapi ritual yang paling berkesan adalah genggamannya pada tanganku saat aku masih kecil dan berkata, “Kalau sakit, remaslah tangan Ibu dan akan kukatakan aku sayang kamu.”
Suatu pagi, saat aku berusia akhir 30-an, setelah orang tuaku berkunjung pada malam sebelumnya, ayahku meneleponku di kantor. Ia selalu berwibawa dan jernih saat memberi nasehat, tapi aku mendengar rasa bingung dan panik dalam suaranya.
“Mary, ibumu sakit dan aku tak tahu harus berbuat apa. Cepatlah datang kemari.”
Perjalanan mobil 10 menit ke rumah orang tuaku diiringi oleh rasa takut, bertanya-tanya apa yang terjadi pada ibuku. Saat aku tiba, Ayah sedang mondar-mandir di dapur sementara Ibu berbaring di tempat tidur. Matanya terpejam dan tangannya berada di atas perut. Aku memanggilnya, mencoba menjaga agar suaraku setenang mungkin.
“Bu, aku sudah datang.”
“Mary?”
“Iya, Bu.”
“Mary, kaukah itu?”
“Iya, Bu, ini aku.”
Aku tak siap untuk pertanyaan berikutnya, dan saat aku mendengarnya, aku membeku, tak tahu harus berkata apa.
“Mary, apakah Ibu akan mati?”
Air mata menggenang dalam diriku saat aku memandang ibuku tercinta terbaring di situ tak berdaya. Pikiranku melayang, sampai pertanyaan itu terlintas dalam benakku: ‘Jika keadaannya terbalik, apa yang akan dikatakan Ibu padaku?’
Aku berdiam sejenak yang terasa seperti jutaan tahun, menunggu kata-kata itu tiba di bibirku.
“Bu, aku tak tahu apakah Ibu akan mati, tapi kalau memang perlu, tak apa-apa. Aku menyayangimu.”
Ia berseru, “Mary, rasanya sakit sekali.”
Lagi-lagi, aku bingung hendak berkata apa. Aku duduk di sampingnya di tempat tidur, meraih tangannya dan mendengar diriku berkata, “Bu, kalau Ibu sakit, remaslah tanganku, nanti akan kukatakan, aku sayang padamu.”
Ia meremas tanganku.
“Bu, aku sayang padamu.”
Banyak remasan tangan dan kata “aku sayang padamu” yang terlontar antara aku dan ibuku selama dua tahun berikutnya, sampai ia meninggal akibat kanker indung telur.
Kita tak pernah tahu kapan ajal kita tiba, tapi aku tahu bahwa pada saat itu, bersama siapa pun, aku akan menawarkan ritual kasih ibuku yang manis setiap kali, “Kalau sakit, remaslah tanganku, dan akan kukatakan, aku sayang padamu.”
Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayang pada orang yang anda cintai adalah dengan memegang dan meremas tangannya dengan lembut. Tindakan itu kadangkala mengandung makna dan arti yang teramat dalam yang hanya dapat dipahami antara anda dan orang yang anda cintai…………. 

Siapa Paling Jelek ??!



Ada suatu kisah seorang santri yg menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir. Ia menghadap Kyai untuk ujian tersebut. “Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus “, kata Kyai. “Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?” “Kamu cari orang atau mahkluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari “. Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya.
Hari pertama, sang santri bertemu dengan si Polan pemabuk berat yg dapat di katakan hampir tiap hari mabuk-mabukan. Santri berkata dalam hati, “Inilah orang yang lebih jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus “. Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya. “Belum tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Allah memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat dikehendaki Suul Khotimah,bagaimana ? Dia belum tentu lebih jelek dari saya.
Hari kedua, santri jalan keluar rumah dan ketemu dengan seekor anjing yg menjijikan rupanya, sudah bulunya kusut, kudisan dsb. Santri bergumam, “Ketemu sekarang yg lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi ”. Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan gurunya. Waktu akan tidur sehabis ‘Isya, dia merenung, ”Anjing itu kalau mati, habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Allah, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yg sangat berat yg kalau aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka aku. “Aku tidak lebih baik dari anjing itu.
Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai. Kyai bertanya, “Sudah dapat jawabannya muridku ?” “Sudah guru”, santri menjawab. ” Ternyata orang yang paling jelek adalah saya guru”. Sang Kyai tersenyum, “Kamu aku nyatakan lulus”.
Pelajaran yg dapat kita petik adalah: Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong / merasa lebih baik dari orang/mahkluk lain. Yang berhak sombong adalah Allah SWT. Karena kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti. Dengan demikian maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang / mahkluk lain yg sama-sama ciptaan Allah.

Indahnya sepi

Saat ini saya sedang menikmati indahnya sepi atau memang ada yang menari nari di jiwa saya dan tak mampu saya keluarkan menjadi tulisan atau sekedar menjadi kata, kelu lidah saya, kaku jari jemari saya :) saya jadi teringat dengan seorang anak kecil berusia 12 tahun,
seorang lelaki tampan yang sepanjang hidupnya sepi, sepanjang hidup nya ia diam dan sepanjang hidupnya ia tak berkata sepatah katapun dan sepanjang hidupnya ia bermain dengan sepinya, menikmati indahnya sepi miliknya. Iya, dia adalah Aziz seorang anak autis yang lahir dari darah yang sama dengan saya karena ia adalah sepupu kecil saya :(
Iya, saya ingat seminggu lalu ia dititipkan dirumah saya untuk saya ajak bermain :) ketika saya dan dia mewarnai ia diam dan asik dengan dunianya sendiri hingga gambar itu selesai dan ia berikan kepada saya tanpa berkata, ketika saya memainkan jari jemari lentik saya memetik gitar, ia hanya meletakan jemarinya di atas snar  yang sama ini tanpa tahu bagaimana bunyinya dan tanpa ekpresi apakah ia menikmati dawai gitar ini atau ia hanya ingin tahu, karena senyum saya tak pernah dibalasnya :( iya, dunianya begitu sunyi, begitu hening, begitu bisu :(
Subhanallah… ALLAH menciptakan lelaki kecil ini pasti untuk mengajarkan kepada orang orang sekelilingnya bahwa untuk bicara dengan ALLAH tidak perlu bersuara, ketika menginginkan sesuatu tidak perlu berteriak, dan lelaki kecil ini mengajarkan betapa indahnya dunia yang ia miliki, syurganya nan sepi yang sepanjang 12 tahun ia tempati tanpa suara, ALLAH tetap memenuhi kebutuhannya untuk hidup :(
Ya ALLAH, wahai pemilik napas, yang setiap apa yang ENGKAU ciptakan adalah ilmu bagi yang lain, terima kasih sudah mengajarkan saya betapa indahnya sepi … sepi adalah ketika hanya saya dan ALLAH yang saling berbicara bahkan tanpa kata :)
Mungkin kadang diam itu memang indah, kata guru mengaji saya “Lisan orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada manfaat baginya, ia berbicara dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui.” jadi Aziz hanya bicara dengan hati nuraninya dan menyampaikan lewat perbuatannya saja tanpa bicara, ya ALLAH sayangi dia dalam bisunya ya ALLAH :)

Kamis, 24 April 2014

Seandainya lelaki tau...

Bismillahir-Rah maanir-Rahim ...


 Andai lelaki tahu..Apabila seorang perempuan jatuh cinta,lelaki itu tidak semestinya punya segalanya tetapi lelaki itu adalah segalanya di hatinya.

Andai lelaki tahu..Apabila seorang perempuan itu mengalirkan air mata, itu bukan bermakna dia lemah, tetapi dia sedang mencari kekuatan untuk terus tabah mencintai lelaki itu.



Andai lelaki tahu..Apabila seorang perempuan marah, memang dia tidak mampu mengawal perasaannya tapi percayalah, itu maknanya dia sangat mengambil berat dan menyayangi lelaki itu. Lihat saja pasangan yang baru bercinta, mereka jarang berantem. Tetapi percayalah semakin bertambah sayang mereka pada seseorang, semakin pula banyak sesuatu yang terjadi.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan cerewet, dia tidak pernah bermaksud untuk membuat anda risih, tapi dia mahu lelaki mengenalinya dengan lebih dekat.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan berkata dia mau kamu berubah, itu bukan bermakna dia tidak mahu menerima kamu seadanya, tetapi dia mahu menjadikan anda lebih baik, bukan untuk dirinya, tetapi untuk masa depan anda.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan cemburu dan tidak percayakan kamu, bukan bermakna dia tidak sayang..tetapi dia terlalu sayangkan kamu dan masih mengangap kamu anak kecil yang masih memerlukan sepenuh perhatian. terkadang dia terlalu risau sekiranya terlalu percaya, kamu akan mengkhianati kepercayaan yang diberi. Naluri keibuannya sangat kuat. Dia hanya mahukan yang terbaik untuk kamu .

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan merajuk, jangan kata dia melebay-lebay. Dia bukannya mahu dipujuk dengan uang atau hadiah, tetapi cukup dengan perhatian yang boleh buat perempuan rasa dihargai.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan jarang mengatakan ‘i love u’, itu tidak bermaksud dia tidak mencintai kamu tetapi dia mahu lelaki itu merasai sendiri cintanya, bukan hanya hadir dari kata-kata tetapi juga melalui bahasa tubuhnya.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan kata dia rindu sama kamu, dia benar-benar maksudkannya.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan bilang lelaki lain itu lebih baik dari kamu, jangan percaya kata-katanya kerana dia hanya mau menguji kamu. Dia mahu melihat sejauh mana kamu sanggup menjadi yang terbaik di matanya. Walaupun sebenarnya memang kamulah yang terbaik di hatinya. Selagi dia denganmu, percayalah, walaupun perempuan menganggap masih ramai lagi yang lebih baik di matanya tetapi di hatinya, kamu tetap yang terbaik.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan menjadi tengking, dia bukan bermaksud untuk menjadi tengking, tapi dia mahu melihat sejauh mana lelaki itu mampu bersabar dengan sikanya. Percayalah, hati perempuan itu sangat lembut.

Andai lelaki tahu..Apabila perempuan berkata, “tolong tinggalkan saya!”, dia tidak bermaksud menyuruh anda pergi selamanya. Dia hanya mahu menenangkan fikirannya sebentar saja. Apabila dia kembali tenang, percayalah dia akan mencari anda semula. Itu tandanya dia benar-benar mencintai anda. Perempuan sulit untuk mengawal perasaan. Dia terlalu emosional. Tapi dialah yang paling menyayangi anda dan sangat sensitif dengan perubahan pada diri anda.

Andai lelaki tahu..Sememangn ya Allah menciptakan lelaki dan perempuan itu dengan perbedaan yang tersendiri. Tetapi sekiranya mereka saling memahami, mereka akan saling melengkapi dan menyempurnakan . Perempuan itu diciptakan oleh Allah indah sekali. Di sebalik air matanya, tersimpan seribu satu kekuatan yang bakal menjadikan seorang lelaki itu merasa selamat bersamanya. Biarpun sebenarnya perempuan itu tampak lemah tapi dia punya kekuatan tersendiri yang bisa menggoncang dunia dan mungkin bisa pula membuat lelaki menjadi lemah kerananya. Jadi hargailah kehadiran seorang perempuan dalam hidup anda kerana dia didatangkan bukan dengan kelemahan sahaja tetapi dia juga ada kekuatan untuk menyongkong anda dan membuatkan hidup anda lebih sempurna. Dialah yang bakal menjadi perempuan bekerjaya, isteri juga ibu yang terbaik untuk anak2 anda.

Kisah Nyata : ... PUTRI KECILKU BERLARI MENJEMPUT MAUT ...


Buat sobat yang sedang online, baik pria maupun Wanita. Mari coba kita baca, renungkan dan resapi tulisan di bawah ini.

Semua yang diberikan Tuhan akan kembali kepada-NYA. Jika sudah ditakdirkan, buah hati, anugrah terbesar yang dititipkan Nya untuk dirawat dan dibesarkan, pun bisa terenggut dari tangan orang tuanya.


Seperti yang dialami pasangan M. Denny Abe (32) dan Henna Hennyastuty (30), yang harus ikhlas melepas kepergian putri pertama mereka, Norifumi Sophie Rachmania (2 tahun 8 bulan), akibat ditabrak mobil. Berikut ini penuturan Henna, ibunda Sophie, mengenang masa-masa indah bersama sang buah hati.

TANGAN MUNGIL ITU TAK SEMPAT KURAIH ....

Saat mendapat berita gembira ttg kehamilan pertamaku, aku bersama suami langsung sujud syukur. Pada 12 Desember 2000, putriku lahir. Rasanya aku mengalami kebahagiaan yg tiada tara. Ia adalah sosok mngil pemberi semangat, sekaligus penghibur dalam kehidupan kami yg pas-pasan kala itu. Demi dialah kami bertahan menjalani hari demi hari.

Hidup kami rasanya makin lengkap dengan keberadaannya. APalagi, ditambah kehadiran anak kami yg kedua, M. Noriyuki Fachrurazi atau Yuki (1,6). Kehidupan keluarga kami terasa kian harmonis. Setiap akhir pekan, kami sekeluarga selalu pergi berjalan-jalan. Entah itu ke arena permainan anak-anak, ke mal, atau hanya makan bersama di restoran siap saji.

Sampai pada suatu akhir pekan kelabu itu, yang membuat acara akhir pekan kami tak bisa lagi sama. Hidup kami rasanya langsung jungkir balik…. Sabtu sore (30/08) itu, kami tidak langsung pergi jalan-jalan. Berhubung minggu depannya ada saudara yang akan menikah, aku mengajak singgah ke tempat penjahit langganan terlebih dahulu yang terletak di Jalan Sawo Kecik, Bukit Duri, Jakarta.

Sebetulnya yg turun di situ cukup aku saja. Tapi, Sophie bersama tantenya (adikku) ikut turun. Yuki tinggal di mobil bersama suamiku. Jalanan disekitar tempat itu memang tidak terlalu lebar, hanya tiga meter.

Lokasinya, sih, lebih mirip gang, tapi mobil bisa lewat dari dua arah, meskipun mepet. Jalan itu, kecil tanpa trotoar, tapi suasananya ‘hidup’. Kendaraan umum seperti mikrolet banyak yang melewati jalan itu.

Ketika aku sedang asyik menerangkan design baju yg kuinginkan pada penjahit, adikku berkata, “Teh, aku ambil Yuki dulu, ya,” ucapnya. Aku mengiyakan saja. Sayangnya, aku tidak menyangka Sophie mengikuti tantenya. Sekilas aku masih melihat Sophie menyusul langkah adikku.

Ternyata, setelah aku lihat lebih jelas, adikku sudah berada di seberang jalan, sedangkan Sophie baru saja hendak menuju ke jalan. Secepatnya, aku mencoba menyusul dan berusaha meraih tanggannya. Belum sempat kuraih, dia terus berjalan. Dalam hati, aku berdoa, semoga tidak ada mobil yang lewat. Perasaanku pun deg-degan.

Tiba-tiba, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi datang. Buum! Tubuh Sophie dihantamnya, tepat di depan mataku. Ya Tuhan….! Hanya selang beberapa detik, aku melihat tubuh Sophie terpental sekitar 50 meter di depan mobil tadi. Belum sempat aku berbuat apa-apa, mobil yang melaju itu – sepertinya pengemudinya tidak bisa mengerem – kembali menerjang tubuh anakku yang terbaring di jalan. Melihat kejadian itu, tak kuasa aku untuk berteriak, walaupun hatiku menjerit kencang. Aku seperti dipaku ditempat. Shock!

Peristiwa itu terjadi di depan mata kami semua: aku, suami, anakku, dan adikku. Kami lantas berlarian kearahnya. pedih sekali rasanya melihat bidadari kecilku berlumuran darah, merintih kesakitan sambil mengucap dengang lirih,”Ayah…Ayah…Ayah…”

Kami berebut masuk ke mobil, melarikannya secepat mungkin ke Rumah Sakit Mitra Internasional di Kampung Melayu yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kejadian. Sepintas, aku masih melihat mobil yang menabraknya tidak bergerak. Pengendaranya, seorang wanita berusia kurang dari 40 tahun, terlihat masih Shock. Suamiku mengklakson mobilnya berulang-ulang agar menepi, memberi jalan buat kendaraan kami.

Akhirnya dengan bantuan orang-orang disekitar lokasi itu, mobil wanita tersebut bisa dipinggirkan. Di mobil, Sophie masih dalam keadaan sadar. Dia terus merintih. Wajahnya kebam-lebam. Aku tahu, betapa sakitnya dia. Melihat itu, rasanya aku ingin mati saja. Aku cuma bisa bilang, “Kakak tahan, ya,” untuk menenangkannya.

MIMPI BURUK DUA MALAM BERTURUT-TURUT ...

Sampai di rumah sakit, Sophie langsung masuk ke ruang UGD dan mendapat perawatan intensif. Kami bersyukur Sophie dapat ditangani dengan cepat, tanpa harus melewati prosedur segala macam. Aku terus menagis sambil menunggu kepastian dari dokter. Perasaanku galau.

Beberapa jam kemudian dokter yang menanganinya keluar dari ruang operasi. “Kondisi anak ibu sangat kritis. Paru-paru kananya pecah, kedua tulang bahunya rontok, tulang rusuk retak, dan di tengkorak pangkal otaknya juga retak. Kami belum bisa berharap banyak,” ujar dr. Antonius, spesialis anak. Setelah mendengar penjelasan itu, pandanganku langsung buram, lututku lemas, dan hati ini rasanya seperti ditusuk-tusuk.

Keluargaku sepertinya sudah pasrah mendengar vonis dokter. Tapi, aku belum menyerah. Aku terus berharap, malaikat mungilku bisa kembali ke pelukanku. Aku terus berdoa agar beberapa opersai yang dijalaninya hari itu mebawa mukjzat. Lewat jendela kamar, kupandangi sosok mungil itu. Sedih sekali melihat tubuhnya harus ‘dilubangi’ untuk mendapat bantuan perawatan dari mesin. Kenapa bukan aku saja yang menggantikannya? kurasakan, air hangat mengalir dari kelopak mataku.

Sambil memandanginya, aku teringat peristiwa Sabtu pagi itu. Ayahnya bercerita tentang mimpi yang dialaminya dua malam berturut-turut. Mungkin itu firasat ayahnya. Mimpi pertama, ayahnya memimpikan Sophie meninggal dunia. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum.

Padahal, menurut mitos, mimpi itu artinya orang yang dimimpikan malah panjang umur. Malam kedua, dia melihat air bah yang bening, sekitar 50 meter. Dia menyelamtkanku dan sikecil, Yuki. Tapi, Sophie tidak ada. Saat suamiku menceritakan kepadaku, aku hanya tertawa saja, dan mengatakan bahwa itu hanya bunga tidur, tidak berarti apa-apa. Siapa sangka kami akan mengalami hal ini?

Hari Minggu-nya, ternyata masa kritis Sophie bisa dilewati, meskipun 90% fungsi tubuhnya masih dijalankan oleh mesin. Kondisinya belum membaik, tapi harapanku muncul kembali.

Keesokan harinya, fungsi tubuhnya sudah mulai membaik. Paginya, dia hanya mendapat bantuan mesin 40% saja. Siangnya malah lebih baik lagi, hanya 10%. Secara umum, kondisi tubuhnya mulai membaik, jantungnya bekerja sendiri, paru-parunya sudah berfungsi kembali. Rasanya bahagia sekali, sepertinya doa-doaku terjawab.

Sambil menunggui di samping tempat tidurnya, aku sring menyanyikan lagu anak-anak kesayangannya. Sophie memang suka sekali menyanyi. Sepertinya aku juga mendengar suaranya mengikuti irama lagu yang kunyanyikan.

Tapi, kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama. Ada satu bagian luka yang tidak terlihat oleh dokter. Di bagian otaknya terdapat rembesan darah yang tidak terdeteksi. Hal ini menyebabkan dia kejang dan kondisinya kembali memburuk. hatiku cemas sekali. Aku terus berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesempatan kedua untuk merawatnya lagi. Aku masih yakin, Sophie akan kembali sehat, apalagi aku melihat usaha keras dr. Antonius. Jantungnya masih terus dipompa.

Namun, takdir berkata lain. Saat melihat dia mengembuskan napas terakhir, aku masih belum percaya dia sudah pergi untuk selama-lamanya. Aku terus berteriak, “Kakak pulang, ya. Kakak cepat pulang lagi, ya,” jeritku tidak rela melepasnya. Bude-ku yang sudah lama berada di sampingku berkata sambil menepuk pundakku, “Likat, Sophie tersenyum.” Aku melihatnya. Ternyata benar, dia tersenyum manis. Melihat itu, rasanya aku ingin mendekati untuk memeluknya dan tak akan kulepaskan lagi. Tapi, aku hanya bisa memandanginya dari balik jendela ruang ICU. Akhirnya, tepat pukul 16.40, Sophie dinyatakan telah tiada.

PEMBAWA BERKAH KELUARGA ...

Kini, yang bisa kulakukan hanyalah mengenangnya. Aku masih ingat kala pertama kali menggendongnya di pelukanku. Rasanya bahagia sekali, sekaligus lega, sebab proses kelahirannya tidak semudah yang kubayangkan. Setiap kontraksi, aku hampir pingsan, karena tidak kuat menahan sakit. Tapi, dokter yang membantu persalinanku sangat sabar. Keputusan untuk dioperasi caesar pun sudah di depan mata. Tetapi, tak berapa lama, dengan cara divakum bayi perempuan mungil itu akhirnya keluar juga.

Kami memberinya nama Sophie, sesuai dengan nama dokter yang menolong persalinanku. Norifumi juga nama yang sangat unik, artinya malaikat. Dia memang malaikat kecil kami.

Semua orang dalam keluargaku menyayangi Sophie. Perilakunya yang riang dan lincah selalu membuat hati setiap orang yang melihatnya ikut gembira. Aku sangat bersyukur akan kehadirannya dalam kehidupan kami.

Dia anak yang sangat mengerti orang tua. Tidak banyak permintaan dan selalu menurut kepada orang tuanya.

Sejak bayipun Sophie tergolong anak yang kuat. Tidak gampang jatuh sakit. Saat ayahnya masih bergabung dengan kelompok lawak Padhyangan 6, Sophie selalu menyertai ayahnya manggung. Bahkan, tidak jarang juga dia dibawa keluar kota. Untungnya dia anteng dan tidak rewel. Jadi, semua crew yang ada juga ikut menjagainya. Bisa dibilang, Sophie adalah anak asuhan Padhyangan.

Setelah usianya beranjak 9 bulan, ayahnya mengundurkan diri dari kelompok itu dan hijrah dari Bandung ke Jakarta untuk bekerja di salah satu provider telepon selular. Di Jakarta kehidupan kami makin membaik. kami membangun keluarga ini mulai dari nol.

Tapi, sepertinya, setelah kelahiran Sophie, rezeki selalu saja datang. Makanya, kami sering bilang Sophie itu pembawa berkah dalam keluarga kami. Kadang-kadang, kami menyebutnya secara guyon sebagai ‘anak preman’, karena dia cepat beradaptasi di segala situasi dan kondisi. Diajak naik becak, angkot, motor, hingga sekarang naik mobil pun dia oke-oke saja.

Istimewanya, dia cepat menghafal sesuatu. Walau usianya baru dua tahun lebih, dia sudah hafal banyak lagu. Lagu-lagu dalam satu VCD anak-anak bisa dinyanyikannya semua. Kesukaannya menyanyi ini tidak hanya dilakukan di rumah. Di acara anak-anak, dimana pun, kalau disodori mikrofon, dia langsung tarik suara, tanpa malu.

Sophie sangat dekat dengan ayahnya. Aku tahu, ayahnyalah yang paling merasa kehilangan. Sophielah yang selalu membangunkan ayahnya setiap pagi, lalu membawakan koran dans ecangkir teh. Meskipun sering tumpah di tempat tidur, aku tidak sanggup melarangnya melakukan kebiasaan itu.

Kini, tidak ada lagi suara yang berkata, “Ayah, hati-hati, ya,” sambil melambaikan tangannya dan mengantarkan ayahnya berangkat kerja. Tak ada lagi sapaannya untuk ayahnya via telepon setiap siang. “Ayah cepat pulang, ya,” celotehnya manja.

Beberapa minggu setelah dia pergi, rasa sakit terus menderaku. Apalagi mulai muncul kerinduanku untuk memeluk dan menciumnya. Rindu mendengar celotehannya, rindu menlihat gerak-geriknya, rindu sapaannya. Saking rindunya, aku sering menangis sejadi-jadinya. Akhirnya, aku shalat untuk menenangkan hati.

Banyak orang bilang, anak adalah titipan Tuhan. Tapi, kadangkala aku masih terus bertanya-tanya, mengapa Tuhan mengambilnya terlalu cepat, padahal kami menerima dengan sepenuh hati titipanNya tersebut? Apa dosa kami? Apa kesalahan kami? Tapi, mungkin ini adalah rencana Yang Mahakuasa, karena di sisiNya Sophie pasti lebih bahagia.

Aku mencoba bersikap tegar, walau setiap sudut rumahku selalu mengembalikan kenangan tentang Sophie. Tidak hanya itu. Saat berbelanja, membayar listrik atau telepon, ke bank, atau hanya jalan-jalan di depan rumah, selalu terasa ada dia di sampingku. Karena, ke mana pun aku pergi selama ini, Sophie selalu kuajak. Lucunya, bila diajak ke mal, bukannya dia yang lelah, malah dia yang sering bertanya padaku, “Mama capek?”

Sophie sudah pergi, dan tak ada cara untuk mengembalikannya padaku. Betapapun sakitnya, kami tidak dendam dengan wanita yang menabraknya.

Kami malah menganggapnya saudara. Dia benar-benar bertanggung jawab atas perbuatannya. Selama Sophie dirawat, dia terus berada di rumah sakit, termasuk saat pemakaman. Kami tahu, dia pasti tidak sengaja. Sebab, seperti kami, dia juga shock dan stres.

Kenangan indah bersama Sophie, mulai dari kelahiran hingga akhir hisupnya, menjadi memori yang tak akan kami lupakan. Selamat jalan malaikat kecilku!

Minggu, 20 April 2014

Kisah Sedih Seorang Anak Bernama RARA KECIL

“Praaang!” suara itu terdengar ke seluruh rumah. Tampak seorang gadis berusia 11 tahun sedang gugup terdiam ketakutan atas apa yang tlah ia perbuat.
“Rara pasti ini kerjaan kamu lagi?!? Sudah berapa kali mama bilang jangan main di dalam rumah!!! Lihat itu kerjaan kamu! Sudah vas bunga yang ke berapa kali yang kamu pecahkan ini?!? “gertak seorang ibu yang tak tahan dengan kelakuan anaknya.
“Mama tidak mau tahu pokoknya kamu harus bersihkan sekarang juga!” Sambung ibunya kembali.
“enggak, enggak mau!! Lalu ia pun lari dari hadapan ibunya dan menuju ke dalam kamar.
“eh eh Rara! Melawan kamu yah!?! Ucap ibunya kewalahan. Di kamar setelah mengunci kamar tanpa ada perasaan bersalah ia langsung bermain boneka. “boneka kenapa yah mamaku galak sekali sama aku, tiap hari kerjaannya maraah terus!” gumamnya pada boneka tersebut. Dan boneka itu hanya terdiam tak berkutik. Rara adalah gadis yang nakal dan tidak pernah mau diatur dirumah maupun disekolah, tidak heran jika ia banyak dimusuhi oleh teman-temannya dan sering kena marah ibunya akibatnya ulahnya disekolah sehingga ibunya kerap sekali bolak-balik sekolah karena dipanggil oleh bapak kepala sekolah akibat ulahnya yang sudah tidak dapat ditelorir lagi, akan tetapi tidak pernah terbesit dihatinya untuk berubah menjadi anak yang baik, entah ada apa dengan dirinya. Sampai ibunya sendiripun heran atas kelakuan anaknya.
“ri, nanti kamu pulang bareng adikmu ya??, jangan biarkan dia kelayapan nanti yang ada dia akan membuat ulah baru yang membuat ibu dipanggil lagi oleh kepala sekolah.”baik bu jawab kakanya yang sedang mngikat tali sepatu.
Setelah bel pulang berbunyi, riri pun menjemput adiknya didepan pintu kelasnya. Didalam perjalanan pulang rara berkata pada kakanya ‘ka, coba lihat deh sepatuku?”ada apa? sahut kakanya, kemudian kakanya kaget sekali melihat sepatu adiknya yang sudah tidak layak lagi dipakai, sepatuku sudah robek ka, aku malu sama kawan-kawan kata mereka sudah bandel kere lagi!! Iya , nanti kaka benerin ketukang sol sepatu, tapi kamu janji jangan nakal lagi ya??ucap kakanya dengan nada menasehati.
Keesokan harinya ketika Rara ingin berangkat kesekolah Rara merasakan pusing yang sangat melilit-lilit kepalanya, sebelumnya rara sering merasakan pusing tapi tidak pernah dianggap paling dia hanya minum obat panadol atau paramex saja sudah sembuh, tapi pusing kali ini sangat berbeda, ia menundukkan kepalanya dilipatan tangannya diatas meja makan. “Kamu kenapa ra??”tanya riri heran, “pasti kamu pura-pura sakit lagi deh biar dikasi izin mama biar tidak masuk sekolah, padahal pasti ketika mama sudah keluar rumah, kamu dengan diam-diam keluar dari jendela dan kembali kerumah sebelum mama sampai kerumah, ya kan??” Kemudian rara tersenyum sambil menahan sakit yang ada dikepalanya. Kali ini aku sungguhan ka??ucap rara meringis. “alaaah kaka tidak percaya!!” Ucap riri ragu.
Kemudian dengan berat hati ia memaksakan diri untuk pergi ke sekolah walaupun dalam keadaan fisik yang semakin memburuk. Jam pelajaran pertama kedua dan ketiga ia mencoba untuk bersabar dan menahan rasa sakit yang semakin lama semakin menjadi-jadi. Ketika bel istirahat berbunyi, tanpa banyak berfikir dan lihat kanan kiri ia langsung menuju klinik kesehatan yang ada disekolah, akan tetapi rasa sakit itu terus menggeliat dikepala rara sehingga baru saja dia keluar pintu kelas tiba-tiba pandangan rara menjadi buram dan badannya terjatuh dilantai dan tidak sadarkan diri.
Niiinuuut…niiiinuuut…niiinuuut, suara ambulan itu membuat para penghuni mobil-mobil yang ada dijalan menyingkir dan mempersilahkan ambulan untuk jalan terlebih dahulu, Rara tergeletak tak berdaya didalamnya menuju rumahsakit FATMAWATI setelah dokter yang ada di klinik sekolah menyarankan agar Rara dibawa kerumah sakit segera.
Sesampainya dirumah sakit Rara di masukkan kedalam ruangan pemeriksaan, setelah dideteksi ternyata Rara mengidap penyakit yang sangat parah sehingga dia harus ditempatkan diruang ICU. Diluar kamar ICU sudah hadir Ibu dan kakanya, kemudian dokter memberitaukan bahwa Rara mengidap lumpuh dikedua kakinya.Perasaan Ibu dan kaka nya bagaikan disambar petir, karena tidak menyangka sama sekali, rara yang begitu lincah dan jahil mengalami lumpuh untuk seumur hidupnya.
Kemudian ketika rara siuman, ia melihat Ibu dan kakanya sudah berada disampingnya dan setelah itu ibunya menjelaskan bahwa ia harus dirawat dirumah sakit. Sesungguhnya rumah sakit ini adalah hal yang paling dibenci oleh rara, ketika itu ia menolak untuk tinggal dirumah sakit dan reflek ingin bangun dari tempat tidurnya akan tetapi ia merakan kakinya yang kaku tidak dapat digerakkan, disitu ia baru tersadar bahwa ia mengalami lumpuh dikakinya. Luapan airmata pun terus mengalir dari mata ibu dan kakanya yang tidak tega melihat raranya yang duduk lemah tak berdaya diatas kasur rumahsakit.
Rara tetap pada pendiriannya untuk tidak ingin dirawat dirumah sakit, ia ingin agar ibunya saja yang merawatnya dirumah, dokterpun mengizinkan dengan syarat ia harus mematuhi syarat-syarat yanmg diberikan dokter.kemudian mereka setuju, sampai dirumah rara merasa sangat gembira walaupun ia hanya bisa duduk diatas kursi roda. Rara mengisi hari-harinya dengan menulis puisi-puisi yang ia sudah sangat gemari dari kecil.
Diam-diam ibu dan kakanya sudah menyiapkan pesta ulangtahun rara yang dua hari lagi akan berlangsung, Rara sangat senang mendengarnya karena ia tau bahwa teman-temannya pasti akan datang dan disitulah ia akan memanfaatkan waktu untuk meminta maaf kepada kawan-kawannya atas ulahnya yang pernah ia lakukan. Hari itu pun tiba, rara telah dibelikan gaun yang sangat manis oleh ibunya, kemudian ibunya memakaikan gaun yang ada dan rara sangat manis terlihat dengan gaun itu, ibunya meneteskan air mata ketika menyisirkan rambut rara yang kian hari kian rontok disebabkan oleh penyakit leukemiayang menggerogoti dirinya.
Ketika acara pemberian hadiah kaka muncul dengan membawa hadiah yang Rara sulit untuk menduganya, sorakan teman-temannya untuk membuka isi kado yang diberikan membuat Rara membuka dan ketika rara sudah membukanya. Iya pun menitikan air mata begitupun dengan kakanya. karena ia teringat akan hal yang pernah ia minta ke kakanya untuk membenarkan sepatunya yang rusak, akan tetapi kali ini kakanya memberikan sepatu baru yang sangat indah.
Rara sedih karena ia tak mungkin lagi untuk memakai sepatu itu untuk berjalan walaupun sebenarnya ia sangat ingin sekali, setelah itu ia berpelukan dengan dengan kakanya dan suasana harupun menyelimuti ruangan pesta semua menangis haru dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Kemudian rara meminta waktu kepada hadirin yang datang untuk mengizinkanya membacakan puisi yang ia telah buat yang ia ngin persembahkan untuk mamanya yang selama ini telah sabar merawat dan mendidiknya. Suasana menjadi tambah haru dengan bacaan puisi tersebut. Dan ketika rara baru saja menyelesaikan bacaan puisinya tiba-tiba saja tangannya yang memegang mikrofon terjatuh kebawah dan ibunya nya langsung menghampiri dan terus memanggil nama anaknya yang sakit itu. Ternyata detak jantungnya sudah tidak berdenyut lagi dan inilah ikhir hidup dari kisah seorang rara kecil yang sangat jahil dan lugu.
Ketika setelah pemakaman tak senagaja kakanya menemukan buku Diary rara yang tersimpan dibawah bantalnya. Disitu baru terungkap bahwa kenakalan Rara selama ini adalah akibat beban psikologis yang ia rasakan sejak kecil yang selalu meliat kedua orang tuanya bertengkar tiap hari hingga akhirnya berpisah, yang semuanya ini ia tidak inginkan ia sangat mendambakan mempuanyai keluarga yang utuh akan tetapi yang terjadi perceraian antara mama dan papanya,.. karena itu Rara meluapkan kekecewaannya itu dengan besikap jahil dan bandel dirumah dan disekolah.
Timbullah rasa penyesalan yang sangat mendalam pada diri sang Mama,” Waktu tidak mungkin berputar kembali, tidak ada gunanya juga menyesali hal yang sudah terjadi, Mama akan terus mendoa’kanmu disana nak, beristirahatlah engkau dengan tenang , kami mencintaimu.”

Kisah Kakek Yang Memberikan Kepala Ikan Pada Sang Nenek

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek-nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.
Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.
Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.
Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran.Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek, “Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu. Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarangpun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini.”
Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan Sang nenek. Akhirnya, sang kakek pun menjawab, “Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku.”
Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Merekapun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya merekapun ikut terharu.
Moral Of The Story:
Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas.
Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing-masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.

Aku mencintaimu bukan masa lalumu

Aku duduk termangu di sudut ruangan itu. Takzim menikmati petuah-petuah yang mengalir lembut ke sanubariku. 6 tahun lebih aku merindukan hal ini. Karena kuliah di luar kota, memaksaku meninggalkan kebiasaanku yang telah kunikmati sejak masih duduk di bangku SMA.
Kini aku telah bisa menikmatinya lagi. Setelah lebih dari sejam berlalu, dahagakupun terobati. Acara telah berakhir. Dengan tenang aku melangkah keluar bangunan itu. Hari telah beranjak siang, saat aku menikmati indahnya jalanan pulang ke rumah dengan naik bus kota. Selama aku tinggalkan kota ini telah berubah banyak sekali. Jalanan makin bersih dan asri berhias aneka kembang. Kiri kanan jalan berhias gedung- gedung indah nan artistik dan tertata rapi, tiada kesan kumuh seperti dulu. Akhirnya aku sampai di tujuanku. Saat turun pandangan mataku tertuju pada sesosok berjilbab biru yang turun barengan dari bus kota tadi. Dia berjalan dengan pandangan tertunduk dan terus searah dengan jalan yang ku lalui. ” Ah siapakah dia” gumamku dalam hati. Tanpa kusadari langkahku telah terlalu jauh melewati rumah. Saat tersadar, ternyata
wanita berjilbab itu telah hilang dari pandanganku. Aku celingukan mencarinya. Mataku kembali menangkap bayangan kerudung birunya. Dia sedang berada di teras sebuah rumah sederhana di temani beberapa anak kecil yang riang bernyanyi dan bergurau. ” Ah siapakah dia sebenarnya ” gumamku lagi sambil berlalu pergi dari tempat itu. +++ Waktu terus berlalu, tiada terasa sudah 6 bulan sejak pandangan itu. Kini aku telah mengenalnya. Cinta namanya. Bahkan setelah aktifitasku, seringkali aku membantu dia mengajar anak-anak kecil di lingkunganku untuk belajar mengaji dan juga belajar pengetahuan umum. Aku sempat heran saat beberapa kali aku melihat pandangan mata yang seakan mencibir kedekatanku dengannya. Semakin hari pandangan itu semakin terlihat penuh kedengkian. Entahlah apa penyebab semua itu, aku tak tahu dan tak mau tahu. Bagiku itu tak ada hubungannya denganku. ” Ar kita mampi ke cafe itu dulu yuk, aku haus nih! ” Pinta Cinta. ” Boleh ” Jawabku sambil membelokkan arah kakiku ke
Cafe yang ditunjuk oleh Cinta. Sementara Cinta mengiringiku dari samping kiri. Saat aku dan Cinta melangkah masuk, beberapa kali kulihat padang mata nakal terus mengawasi gerakan Cinta. Entah kenapa aku semakin risih melihat pandangan yang terasa mencibir dan menghakiminya, meski aku tak tahu apa sebab itu semua. Tak lama setelah aku duduk, datang seorang waitress cowok menghampiri kami. Kembali aku lihat pandangan genit dan menghina dari waitress tersebut. Aku ingin marah, tapi aku tahan saat melihat Cinta malah cuek gak memperhatikan sama sekali. Segera aku pesan orange juice untukku dan ternyata Cinta juga pesan hal yang sama. Tak lama minuman kami datang diantar sang waitress yang masih tetap dengan pandangan genit terhadap Cinta. Setelah lumayan lama kami duduk dan beristirahat di cafe tersebut, akhirnya Cinta mengajakku untuk pulang. Setgera aku memanggil waitress tersebut dan menyerahkan uang untuk membayar minuman kami tadi. ” Ar ini surat dariku, kamu bacanya ntar di rumah ya. Jangan baca di sini.” kata Cinta sambil menyodorkan sepucuk surat beramplop biru kepadaku. ” Surat apa ni Cin? “ ” Sudah gak usah nanya, kamu baca dirumah saja ya.” Kata Cinta seraya beranjak pergi. ———— Tuk Arya Assalamualaikum Sebelumnya aku minta maaf karena aku harus memberi tahumu tentang aku lewat sepucuk surat ini. Sebenarnya aku ingin berkata langsung terhadapmu, tapi lidahku terasa kelu untuk ungkapkannya. Arya, sebelum hubungan kita terlanjur jauh, aku ingin berterus terang terhadapmu. 5 tahun yang lalu aku datang ke kota ini untuk kuliah. Dengan wajah cantik dan kepolosanku aku datang ke kota ini. Awalnya semua lancar, tapi begitu menginjak semester kedua, ada kejadian yang membuatku terpuruk. Aku dijual pacarku sendiri ke om-om girang. Dan sejak saat itu aku berpindah dari om yang satu ke om yang lainnya. Saat aku putus dengan pacarku, aku sudah terbiasa dengan kehidupanku tersebut. Sehingga aku tak bisa keluar dari jerat lembah hitam tersebut. Apalagi saat itu namaku begitu terkenal sebagai wanita panggilan kelas atas yang sering disewa om-om dari jakarta. Dari kehidupan itu aku bisa menikmati enaknya tinggal di apartemen di seberang rumahmu, kemana-mana naik mobil mewah dan sebagainya. Menginjak tahun ketiga aku di
sini, petaka itu datang. Suatu hari aku sakit. Setelah diperiksa dokter ternyata aku positif HIV. Aku hancur saat itu. Tapi aku terus mencoba check ke beberapa rumah sakit di kota lain dan hasilnya sama. Selama hampir satu bulan aku jarang keluar rumah. Makan dan mandipun malas. Aku banyak merenung. Samapailah aku pada suatu kesimpulan bahwa itu adalah peringatan Tuhan terhadapku yang telah jauh terjerumus. Dengan keyakinan penuh aku bernadzar, seandainya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk sembuh. Maka aku akan mengorbankan sisa hidupku untuk menolong anak-anak kecil disekitarku tinggal. Alhamdulillah setelah mencoba berbagai macam pengobatan alternatif, setahun yang lalu dokter menyatakan aku sembuh. Mereka heran kok bisa aku sembuh. Karena aku tidak percaya dengan hasil test di RS
tersebut, aku mencoba ke RS lain dan ternyata benar, aku sudah sembuh. Sesuai dengan janjiku, maka aku putuskan untuk memulai langkah baru hidupku dari sini. Karena di sini orang lebih mengenalku sebagai wanita panggilan. Aku ingin menguji keteguhan tekadku untuk sembuh. Awalnya memang berat, apalagi saat pandangan mata mencibir selalu terarah kepadaku. Ar itulah sekelumit kisah kelamku. Aku minta kau pikirkan lagi keseriusanmu untuk berhubungan denganku. Aku tahu siapa keluargamu. Aku merasa tak pantas mendapatkanmu. Aku ingin mendapatkan yang lebih baik dariku. Wassalam Cinta —————- ” Umi aku mau nany boleh gak Mi? ” Tanyaku pada ibu yang sedang duduk sambil menunggu sayur yang sedang dihangatkan untuk makan malam. ” Nanya opo to le? “ ” Mi jika aku menikah dengan mantan wanita panggilan, Umi
ijinin gak ?” ” Le Umi gak akan memilih- milihkan calon istri untukmu. Siapapun dia, apapun latar belakangnya Umi dan Abi akan setujui kok le. Asal dia memang sudah berubah lebih baik.” ” Kalau aku menikah dengan Cinta gimana Mi? ” Tanyaku ” La anak itu kan sudah sadar le. Sekarang dia sudah menjadi
wanita baik-baik. Ya gak apa- apa to.” ” Benar Abi gak apa-apa Mi?” ” Le dua hari yang lalu Umi sudah ngobrol sama Abi masalahmu dan Cinta. Kami gak ingin ada fitnah. Dan Abimu setuju tuh untuk menikahkanmu dengan Cinta “ ” Terima kasih Umi” jawabku sambil mencium pipi Umi yang sudah mulai mengeriput. ——— ” Saya terima nikahnya Cinta Febrianti Binti Umar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai ” Jawabku dengan tangan kanan masih bersalaman dengan tangan pak penghulu. ” Bagaimana saksi, Sah” Tanya pak penghulu sambil menoleh ke 2 orang saksi yang hadi di samping Aku dan Cinta. ” Sah… Sah….” Kata kedua saksi tersebut berbarengan. Setelah pembacaan do’a nikah yang dilakukan oleh Abi, pak penghulu dan beberapa kerabat yang hadir di masjid tersebut bergantian mengucapkan sselamat dan bersalaman dengan kami. ” Cinta akhirnya resmi juga kita jadi suami-istri ya. Mulai sekarang kita hadapi bersama semua cibiran dan hinaan mereka terhadapmu bersama. Aku akan selalu menjagamu. Aku bahagia Cinta” Kataku sambil memeluknya. ” Terima kasih mas Arya. Aku terharu dan tersanjung kau mau menikahi aku yang telah berlumur dosa ini. Aku berjanji untuk tidak terjerumus lagi. Aku Cinta kamu mas.” Jawab Cinta sambil berkaca-kaca matanya.

Kamis, 17 April 2014

Zhang Da, Kisah Seorang Anak Teladan dari Negeri China

Sebuahkisah yang mengharukan dan bisa juga sebagai teladan untuk anak-anak jamansekarang, seorang anak yang dengan tekun merawat ayahnya yang sakit. Seoranganak di China pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan tinggi daripemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan
“Perbuatan Luar Biasa”.Diantara 9 orang peraih penghargaan itu, ia merupakan satu-satunya anak kecilyang terpilih dari 1,4 milyar penduduk China.


Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalahperhatian dan pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantangmenyerah, serta perilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati. Sejak iaberusia 10 tahun (tahun 2001) anak ini ditinggal pergi oleh ibunya yang sudahtidak tahan lagi hidup bersama suaminya yang sakit keras dan miskin. Dan sejakhari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisaberjalan, dan sakit-sakitan.


Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahununtuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harusmencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkanobat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang sepertiinilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.


Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahitini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataanhidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalahbahwa ia tidak menyerah.


Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkanmemikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan Papanya. Demikianungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yangdikerjakannya.


Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumahsampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan daridan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang iatemui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia cobamemakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisaditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan.


Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabungdengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upahdari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeliberas dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahuntetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat. Zhang Da merawat Papanya yangsakit sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggung jawab untuk merawat papanya.


Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya,ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua diakerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjaditanggungjawabnya sehari-hari.


Zhang Da menyuntik sendiri papanya. Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobatmembuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semuaini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melaluisebuah buku bekas yang ia beli.


Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang sustermemberikan injeksi / suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa mampu, ia nekatuntuk menyuntik papanya sendiri. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudahdilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah terampil danahli menyuntik.


Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orangterkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedangtertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,

"Zhang Da, sebut saja kamu mauapa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu?Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah? Besar nanti maukuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, disini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat inijuga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi,mereka bisa membantumu!"

Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC punberkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu."Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar ia pun menjawab,

"Aku mau mama kembali. Mamakembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mamakembalilah!"
Semua yang hadir pun spontan menitikkan air mata karenaterharu. Tidak ada yang menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapaia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak mintadeposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masadepannya?


Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumahsakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agarketika ia membutuhkan, pasti semua akan membantunya. Mungkin apa yangdimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuahungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergimeninggalkan dia dan papanya.


Kisah di atas bukan saja mengharukan namun juga menimbulkan kekaguman. Seoranganak berusia 10 tahun dapat menjalankan tanggung jawab yang berat selama 5tahun. Kesulitan hidup telah menempa anak tersebut menjadi sosok anak yangtangguh dan pantang menyerah.


Zhang Da boleh dibilang langka karena sangat berbeda dengan anak-anak modern.Saat ini banyak anak yang segala sesuatunya selalu dimudahkan oleh orang tuanya.Karena alasan sayang, orang tua selalu membantu anaknya, meskipun sang anaksudah mampu melakukannya.

Sabtu, 12 April 2014

Kisah Nyata Mengharukan: Disaat Sholat, Imam Masjid Mendengar Jeritan Anaknya Yang Mau Tenggelam Di Laut"


Umur siapa yang tahu, demikian juga seorang pemuda, bagaimanapun kuatnya juga tak bisa mengelak dari hal tersebut. Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Qur’an di Makkah al Mukarramah. Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak
110 Km di Selatan Jeddah. Pemilik kisah ini berkata: Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku. Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan. Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian. Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. AKu memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke bawah. Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada detik-detik yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!! Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku. Aku berteriak….berteriak…tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat….kuucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku. Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat. Saat aku terbangun, tentara itu berkata:”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka. Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.” Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit. Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia menelepon? Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya. Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata: “Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata. Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata:”Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manuisa mendengar do’aku. Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku, engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu. Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuta dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala. Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua. Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan rahmat-Mu.Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, jangan sekali-kali mengabaikan kewajiban ibadah kita walaupun kelihatannya sepele.

Kisah Istri Sholihah yang mengharukan



Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi.

Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.
Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.
Putriku bercerita :
Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.
Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"
Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…
Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…
Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…"
Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.
Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…
Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.
Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَSungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??
          Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…
Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya.
Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…
Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…
Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)
          Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
          Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
          Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
          Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…

Senin, 07 April 2014

Kopi Kehidupan


cup-coffee1Saya adalah penikmat kopi … Dan setelah saya rasa dan pikir hidup ini memang seperti kopi meski ditambah gula sebanyak banyaknya tetap saja ada rasa pahitnya, kalau kata Habibie di film “Habibie dan Ainun”  hidup ini memang berat tapi indah, #jleb :) kalau gak indah semua orang udah pada kabur duluan ke akhirat, kenyataan kan gak ada yang mau pulang ke akhirat jadi kesimpulan hidup ini indah, kan gitu yah? tapi memang kebiasaan kita nih sebagai manusia,
terutama saya, sering banget melihat cangkir kopi orang lain itu bangus banget kemudian saya membayangkan kopi orang itu lebih enak dari kopi yang saya minum, padahal bukan tidak mungkin kopi yang saya minum sama dengan kopi yang orang itu minum, atau bisa jadi kopi saya lebih enak, dasar manusia sukanya membandingkan miliknya dengan milik orang lain, padahal ilmu yang saya punya hanya sebatas pandangan mata #jreng :)

Manusia diciptakan untuk saling melengkapi, selalu ada kata “kamu” yang menjadi bagian hidup manusia, iya dalam hidup saya dan hidup kamu. Entah itu “kamu” yg berupa pendamping hidup, kamu yg berupa sahabat atau kamu dalam arti lain yang intinya adalah mereka yg ada disekeliling saya. Karena mustahil manusia bisa hidup sendiri, di gua sekalipun pasti ada kamu.. kamu..
“Kamu” adalah kopi sedangkan “saya” adalah sebuah cangkir kosong. “Kamu” lah yang mengisi hari-hari saya dengan kehangatan di sebuah pagi yang berembun, menghangatkan dingin atau menemani malam yang sepi tanpa bulan sedang bintang hanya senyam tanpa cahaya.
Di hari-hari saya yang kosong, kamu hadir mengisi dua sisi hidup saya, perpaduan antara manis dan pahit. Ada dari kamu yang kadang membuat saya menjadi orang yang rasanya tak berguna, mereka menjatuhkan saya rasa pahit. Ada juga dari kamu yang begitu senang dengan saya, bahkan mencintai saya, selalu tersenyum dan memberi saya ruang untuk berbagi dan menunjukkan jati diri, kamulah yang membuat hidup saya jadi manis.
Pahit dan manis yang berkombinasi menjadi sebuah kenikmatan dalam hidup saya, seperti secangkir kopi hangat di pagi hari. Dan satu hal yang harus diingat adalah “kamu” tak akan selamanya ada di dekat saya. Kamu akan berganti. Datang dan pergi. Seperti manusia yang dihidupkan, kemudian dimatikan, seharusnya saya belajar dari sebuah gerbong kereta, yang selalu menanti kedatangan setiap kereta dengan senyum dan melepaskan setiap kereta pergi berlalu tanpa sesal dan airmata
Kesimpuan saya, hidup ini kan seperti Kopi Susu. Nikmat apalagi kalau diminum pagi hari lengkap dengan sepotong roti isi kacang, pahitnya menambah nikmat, manisnya melupakan si pahit, karena sejatinya hidup adalah campuran antara manis dan pahit, antara luka dan bahagia, dan sejatinya lagi kedua hal itu tak ada bedanya lagi jika ALLAH menjadi sandaran, menjadi cangkir, apapun isi kopinya jika cangkirnya indah, maka akan nikmat rasanya
Coba perhatikan kopi susu, dia memang gak bening, tapi nikmat banget :) Ada rasa pahit dikit tapi justru rasa pahit itu yang menambah nikmatnya kopi susu, jika tanpa kopi hanya akan terasa manis susu, lalu dimana indahnya? dimana nikmatnya? Justru jarang ada orang mau minum kopi yang nggak terasa pahit sama sekali alias gulanya terlalu banyak. Gula memang manis, tapi ketika gula itu sedemikian banyak-nya ya bikin males juga minumnya
Hidup memang ada kesulitan, tapi ketika saya menganggap kesulitan itu seperti pahitnya kopi di kopi susu, maka kesulitan akan mudah banget saya nikmati. Dan tahu gak roti panggang enaknya dimana? ditempat yang ada gosong2 dikit :)
Dan ALLAH begitu hebatnya menyiapkan porsi gula, kopi dan susu dlm hidup saya. Semua sesuai porsi saya, sesuai takaran kekuatan saya menikmati manis dan menyicipi getir kopi tak akan lebih dari kemampuan saya,  So, kita nikmati saja sajian ALLAH ini dengan penuh syukur. Karena siapa yang bersyukur atas karunia ALLAH maka akan ditambah nikmatnya :) 
Selamat minum kopi kehidupan :)

Barang Milikku yang Paling Berharga Adalah Kamu

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5Ypm3x6iObIRnaaCAulD_UOmyRAMX2uCVS9lwWpHHgwUDV8Cjeinm0W9pCZbApUbFiGVE65eewIO8oclxmE_FWRPUk6SoYMf2PPwoWBk4gvMSP9tovpcG-oLES5MhWgw24F1zDX_-Aw0/s1600/couples.jpgAku sangat menyukai ucapan mama : “Barang milikku yang paling berharga adalah kamu!” Ucapan yang sangat menyejukkan hati, dan sampai sekarang aku masih mengingatnya...
Papa dan mama menikah karena dijodohkan orang tua, demikianlah yang dialami para muda-mudi di zaman itu, tapi hal ini sudah umum, tapi di zaman sekarang peristiwa itu sudah jarang terjadi, kebanyakan adalah hasil pilihan sendiri. Tapi mama sangat mencintai papa, demikian juga dengan papa dan tampak selalu mesra, akur bagaikan pasangan cinta sejoli. Sangat sulit dibayangkan bahwa pernikahan mereka pernah diterjang badai! Badai itu nyaris memisahkan mereka. hanya karena emosi sesaat saja!
Papa dan mama bekerja di instansi yang sama, oleh karena itu setiap hari berangkat dan pulang bersama. Suatu hari mereka kerja lembur, hingga pukul 2.00 dinihari dan baru pulang ke rumah. 
Papa sangat letih dan lapar, sampai dirumah tidak ada makanan maupun minuman yang siap disaji. Papa yang lapar minta mama untuk menyiapkan makanan dan minuman. Beberapa hari belakangan ini emosi mama memang tidak stabil, ditambah lagi dengan adanya lembur, badan dan pikiran sungguh melelahkan, sehigga dengan kondisi yang labil itu, mama spontan menjawab dengan nada keras, Mau makan dan minum, memangnya tidak bisa masak sendiri? Apa tidak punya tangan dan kaki lagi, ya?
Karena papa juga terlalu capek, dan langsung menjawab dengan acuh tak acuh, “kamu ini isteriku, memasak adalah sudah menjadi kewajibanmu!”
Mama langsung merespon, “tengah malam begini mau masak apa? Sudah lewat waktunya makan, orang laki seharusnya lebih kuat dari pada perempuan!”
Mendengar itu, marahlah papa, beliau langsung berteriak dengan emosi, “kamu salah makan obat apa kemarin? Mau sengaja cari ribut,ya? Istri memasak untuk suami adalah wajar, kenapa harus tergantung pada waktu? Kamu tidak senang, ya? Kalau tidak senang, kamu pergi saja sekarang dari rumah ini!!!”
Mama tidak menyangka akan menerima reaksi yang begitu keras. Setelah terdiam sesaat, mama kemudian berkata sambil menitikkan air mata, “kamu ingin aku pergi…….. aku akan pergi sekarang!” Mama segera kembali ke kamar untuk mengemasi barang-barangnya.
Melihat mama masuk kamar dan berkemas-kemas, papa berkata kepada mama yang membelakanginya, “bagus! Pergi sana! Ambil semua barang-barangmu dan jangan kembali lagi!”
Beberapa saat kemudian suasana menjadi sunyi senyap, tak ada kata-kata kebencian lagi yang muncul, menit demi menit berlalu, tapi mama tetap tak kunjung keluar dari kamar. Merasakan keanehan itu, papa kemudian menyusul masuk kamar dan melihat mama sedang duduk di ranjang penuh dengan linangan air mata. Sambil menatap koper kulit besar yang masih tergeletak di atas ranjang. Melihat papa datang, dengan terisak-isak mama berkata, “duduklah di atas koper kulit itu, supaya aku boleh mengenang masa-masa perpisahan kita yang terakhir.”
Merasa aneh, maka dengan sendu papa akhirnya tidak tahan juga untuk tidak bertanya, ” “untuk apa?”
Sambil menangis dengan terputus-putus mama berkata, “emas dan perak aku tidak memilikinya,” tapi milikku yang paling berharga adalah kamu!” Kamu dan anak-anakku, aku tidak memiliki apapun...”
Meskipun kejadian itu telah lewat lama sekali, tapi aku masih mengingatnya terus sampai sekarang. Apalagi ketika mama mengucapkan kata-kata terakhir itu, papa merasa sangat tergoncang, sejak malam itu, papa telah diubah dan telah menjadi sangat hormat dan sayang kepada mama. Menggandeng tangan anak-anak, merangkul mama serta senantiasa saling berpelukan. Kelak aku juga bercita-cita ingin mendapatkan pasangan yang seperti papa.
Kehidupan apapun yang kita jalani ini, itu tidaklah penting; tapi yang terpenting adalah bagaimana sikap kita dalam menghadapi hidup ini, terutama disaat-saat badai itu muncul.”