Sabtu, 31 Mei 2014

Harimau dan Serigala


tiger-wolfDi sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang di derita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham, bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa. Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut.Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala. Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya, “Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana..?”.Seorang murid tampak angkat bicara, “Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepada ku lewat berbagai cara.”Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, “Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan.” Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya. “Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau.” ***
Adalah benar bahwa Tuhan ciptakan ikan kepada umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, adakah Dia berikan kepada kita gandum-gandum itu hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika disana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat disana, bahwa: berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena di dorong rasa kasihan dan ingin membalas budi.
Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Disana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab disana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayan keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu. Sahabat, jika kita bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah meniru teladan harimau.

Jika kita mencintai & menyayanginya untuk apa ada alasan


sayangsuatu persembahan untuk para lelaki (beda dengan cowo loh yah) yang sulit mengatakan alasan kenapa Laki-laki tidak tau alasan untuk mencintai kaum Wanita….padahal mereka bener2 sayang…dan mereka blm menyadari kehadiran dia dihatinya
W : Mengapa kamu menyukai saya?
L : Saya tidak dapat menjelaskan alasannya.
Tetapi saya sungguh menyukai engkau
W : Kamu bahkan tidak dapat memberikan alasan kepada saya
Bagaimana kamu dapat berkata menyukai saya?
Bagaimana kamu dapat berkata kamu mencintai saya?
L : Saya sungguh tidak tahu alasannya,

tetapi saya dapat membuktikan bahwa saya mencintai kamu.
W : Bukti? Tidak!
Saya mau kamu menjelaskan alasannya.
Pacar kawan saya dapat berkata kepada kawan saya
bahwa dia mencintai kawan saya, tetapi kamu tidak dapat!
L : Ok ok!!!
Hmm karena kamu cantik,
karena suaramu enak didengar,
karena kamu penuh perhatian,
karena kamu mengasihi,
karena kamu bijaksana,
karena senyummu,
karena setiap gerakanmu
Sayangnya, beberapa hari kemudian,
sang cewek mengalami kecelakaan dan mengalami koma.
Sang cowok kemudian menaruh surat di sisinya,
dan isinya sebagai berikut:
Kekasihku,
Karena suaramu yang merdu saya mencintaimu.
Sekarang dapatkah kamu berbicara?
Tidak!
Oleh karena itu saya tak dapat mencintaimu.
Karena kamu penuh perhatian dan peduli
maka saya menyukaimu.
Sekarang kamu tidak dapat menunjukkannya,
oleh karena itu saya tak dapat mencintaimu
Karena senyummu, karena setiap gerakanmu
maka saya mencintaimu
Sekarang dapatkah kamu tersenyum?
Dapatkah kamu bergerak?
Tidak!
Karena itu saya tak dapat mencintaimu..
Jika cinta memerlukan alasan,
seperti sekarang,
maka tidak ada alasan lagi bagi saya untuk mencintai engkau lagi.
Apakah cinta memerlukan alasan?
TIDAK!
Oleh karena itu, saya masih tetap mencintaimu
dan cinta tidak memerlukan alasan
Ketika mencintai seseorang
jangan pernah menyesal dengan apa yang pernah kamu lakukan
menyesallah terhadap apa yang tidak pernah kamu tidak lakukan.
Jika Tuhan membawa engkau kepada cinta..
Dia akan memampukan engkau untuk bisa mengatasinya.

Kamis, 29 Mei 2014

Kasih diusia senja

Sore ini saya membaca artikel singkat ini dengan mata berkaca kaca, sungguh jodoh adalah sesuatu yang tidak bisa disegerakan pun tidak bisa ditunda jika saatnya tiba, silahkan menyimak dan siapkan tisue :) 
—————————————————————— :) ——————————————————-
Bagi pria berusia 56 tahun, dan perempuan berusia 46 tahun, belum menikah mungkin sesuatu yang berat. lebih dari 30 kali berproses untuk menikah tentu bukan hal yang menyenangkan. Tiga dekade lebih, puluhan kali proses menenun cinta, merajut kasih. Nyaris berhasil, namun Allah memberi jalan lain. Diusia yang nyaris senja justru mereka menemukan cinta, buah dari menjaga hati selama ini


Menikah merupakan impian setiap orang. Apalagi membina rumah tangga, saling mencintai, berbagi, memadu kasih. Pernikahan adalah ibadah yang agung. Tapi seperti yang diketahui kita bersama, semua itu perlu diperjuangkan. Tak semua orang berkesempatan untuk menjalin ikatan suci tersebut. Ada peran takdir di sana. Ada kisah yang ingin kami sampaikan kepada para pembaca. Bahwa, rencana Allah sungguh indah, jika kita menjalaninya dengan ikhlas. Termasuk soal jodoh dan pernikahan. 
Bermula puluhan tahun silam. Telah lama kami menikmati hidup di dunia ini. Namun, dalam waktu lama itu pula, Allah belum berkenan memberikan kami jodoh. Sekarang, usia kami 56 dan 46 tahun. Bagi pria berusia 56 tahun, dan perempuan berusia 46 tahun belum menikah mungkin sesuatu yang berat. Tapi pernikahan adalah takdir. Pernikahan adalah ibadah jika kita niatkan untuk ibadah, tak ada yang lain. Orang-orang bilang saat ini kami menikah di usia senja. Tapi itu bukan permasalahan bagi kami. Yang penting bagaimana memaknai pernikahan sebagai sunnah Rasulullah. Kami hanya ingin memenuhi itu sebagai ibadah. Adapun masalah waktu, itu adalah urusan Allah. Tidak ada kata terlambat pun dalam urusan JODOH :)
Walau jelas, pelbagai usaha telah kami lakukan dengan maksimal. Bagi seorang pria, lebih dari 30 kali berproses untuk menikah tentu bukan hal yang menyenangkan. Tiga dekade lebih, puluhan kali proses merajut cinta, menenun kasih. Nyaris berhasil, namun Allah memberi jalan lain. Semuanya tak sesuai yang diharapkan. Untuk berdoa siang dan malam tak perlu lagi ditanya. Sejak tahun 1983, saat kenalan kami, pergi ke Haji, sudah menitip doa. 30 tahun yang lalu, merupakan waktu yang tak sebentar. Berkali-kali berdoa, berharap kepada Allah.
Sujud demi sujud terlalui. Harap. Berdoa, mengangkat tangan tak henti-hentinya. Hingga Allah memberikan jalan saya ke Tanah Suci tahun 2003. Saya berdoa dengan sangat memelas. Di Mekkah, Multazam, Hijr Ismail. Berharap Allah memberikan jodoh di usia saya yang saat itu menjelang memasuki kepala lima. Sudah puluhan kali kami berproses sesuai syariat Islam untuk menemukan Jodoh, namun kandas di tengah jalan. Memang ada pemikiran, untuk kriteria calon, tahu sekian menikah, target dan itu semua adalah keinginan manusiawi. Keinginan seperti itu sah dan boleh sebagai manusia biasa. Namun seiring berjalannya waktu, Allah memiliki takdir sendiri. Kita hanya diberi kesempatan untuk berusaha yang sesuai tuntunan yang Allah ridhai. Hasilnya? Itu adalah hak prerogatif Allah.
Perjuangan itu terus dilakukan. Mengisi hari-hari dengan kebaikan. Justru, puluhan tahun ini diisi dengan membantu orang tua, adik, keluarga. Tak ada keluhan, kecuali kepada Allah. Sempat terucap dari bibir ini, “Ya Allah, kuatkan saya menjalani takdir yang terbaik. Saya ingin menikah sesuai yang engkau ridhai. Jika tak di dunia, semoga di Surga kelak.”  Sampai tahun akhir September 2012, Allah baru menjawab doa kami. Allah memberikan saya jodoh yang baik. Seorang wanita shalihah. Di mana, kami saat ini merintis kasih. Merintis kasih di usia senja.
Tapi bagi istri saya, perempuan itu menunggu. Menunggu dan terus memperbaiki diri. Berusaha untuk terus memperbaiki diri. Berbakti kepada orang tua. Membantu adik, beraktifitas yang bermanfaat, mengajar anak-anak. Bagi wanita, proses itu bukan mencari cinta, tapi menemukan cinta. Walau penuh harap dan doa terus terucap.  Sampai akhirnya, kami dipertemukan oleh Allah. Dalam beberapa kali pertemuan yang insya Allah syar’i. Allah mempertemukan kami. Setelah perjuangan berkali-kali menemukan cinta. Allah membuka jalan. Dalam beberapa pertemuan besar ini, kami belajar banyak hal tentang pengambilan keputusan.
Semuanya berbekal keyakinan. Jika memang jodoh, Allah pasti akan memberikan jalanNya. Allah akan tunjukkan. Saat itu, saya berniat bulat meminta ridha orang tua istri untuk merelakan putrinya menikah dengan saya. Tapi Allah berkehendak lebih. Tak hanya ridha, tapi orang tuanya mengatakan juga bisa langsung khitbah dan setelah diskusi akad pun dilangsungkan hari itu juga.
          Ya Allah, jika ini keputusan Engkau dan ini yang diridhai, maka kami jalani semua itu bersama. Saat itu, ikatan suci, mitsaqan ghaliza semakin kuat terjalin. Kalimat itu terucap. Kami memasuki gerbang baru. Rumah tangga yang saya dan istri saya mimpi-mimpikan. Tak kuat rasanya menahan rasa ini. Mohon doanya agar kami menjadi keluarga yang berkah, langgeng hingga surga kelak.
(Seperti disampaikan oleh Ustadz Samsoe Basarudin dan sang istri, Yayah Inayah kepada wartawan Alhikmah, M. Rizki Utama)

Selasa, 27 Mei 2014

Panggung Sandiwara

Makna dan maksud dari ‘Hasbunallah wa Ni’mal Wakiil’ (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung) akan terlihat ketika kita menghadapi suatu masalah, tidak grasak grusuk pamer kesusahal di sosial media, merasa menjadi yang paling menderita, atau bahkan siap-siap mencari pembenaran untuk menyalahkan orang lain. 
Tapi kita akan tenang dan berwibawa. Bukankah kita telah meminta kepada perlindungan tertinggi dari Allah? Mengapa harus gusar? bukankah sandaran terbaik sudah kita temukan yaitu Allah, lalu apa bedanya lagi antara luka dan bahagia, semoga kita memahami makna dan maksud ayat tersebut, masalah juga punya harga diri 

Ayat diatas sudah lama saya coba tanamkan dalam kehidupan saya sehari hari, bahwa tidak semua orang harus tahu apa yang saya rasakan, luka adalah milik saya begitupun dengan bahagia, karena orang yang tahu betapa lukanya kita hanya bisa melihat, maximum mendengar, merasakan? gak akan bisa, karena cerita hidup saya saya bukan cerita hidup dia, begitupun cerita hidup sahabat saya bukan cerita hidup saya, bisa jadi mereka juga tidak perduli dengan cerita hidup saya karena sibuk dengan cerita hidup nya sendiri :)
Fenomena yang sering terjadi pada anak muda zaman sekarang adalah curhat di sosial media, seolah seluruh dunia harus tahu dan simpatik atas airmata nya yang tak pernah surut, padahal airmatanya adalah dia sendiri yang membiarkannya jatuh, dia sendiri yang membuat hidup ini penuh dengan airmata, yang nangis dia yang harus menghapus airmatanya juga dia, karena bahagia tak selalu harus karena orang lain, karena bahagia harus saya yang menciptakan sendiri, karena bahagia tidak bahagia semata mata adalah hasil dari kemampuan saya menjaga rasa, karena luka adalah ketidak mampuan saya menerima apa yang Allah takdirkan atas saya
Iya, sesimpel itu lah menjadikan hidup ini bahagia dan tidak bahagia sangat tergantung dari bahagimana saya mengolah rasa, dan dewasa tidak dewasanya saya tergantung seberapa jauh saya mampu mentertawakan luka saya :)

Minggu, 25 Mei 2014

Ketika Aku Merindukanmu

Bersamamu mungkin bukan tentang jari-jarimu yang mengait di sela jari-jariku. Bersamamu mungkin bukan tentang lutut-lutut kita yang bersenggolan ketika menikmati senja dari teras rumah. Mungkin bukan juga tentang kepalaku yang bersandar manja di bahumu, sambil dalam-dalam menghirup aroma parfum dari tubuhmu.


Bersamamu tidak selalu tentang tubuhku yang melesak dalam pelukanmu, dan kamu yg mencium keningku. Tidak selalu tentang aku yang melihatmu tertidur karena kelelahan, atau mataku yang mengekor pada garis-garis wajahmu. Bersamamu tidak selalu berarti tuntutan bagi jemariku untuk menyusuri setiap helai rambutmu, mengusap dahimu juga pipi dan dagumu setiap saat. Tidak juga tentang keharusan berbisik tepat di telingamu, "Aku menyayangimu..."

Bagiku, bersamamu saat ini adalah tentang tertawa mendengar leluconmu. Membacakan berlembar-lembar puisi untukmu, tentang rindu, jarak, atau mimpi. Bagiku, kebersamaan denganmu adalah ketika aku mendengarmu bersenandung, mengeluh, tertawa bahkan menggerutu. Dan aku masih tetap mendengarkan, dalam diam, dengan senyum yang tak bisa kamu lihat.

Tapi, Sayang... bersamamu kadang juga berarti ketakutanku akan ketidakmampuan menemanimu. Kekhawatiran akan betapa lemahnya aku yang tak bisa segera menjangkaumu sebelum yang lain melakukannya. Ya... bersamamu kadang bisa diartikan; keinginan untuk memonopolimu, hatimu.

Bersamamu adalah doa-doa yang yang kutulis di ujung jemari, yang kuangkat setelah sujudku sambil menyebut namamu. Aku yang bersamamu adalah banyak sekali puisi tentang kita dan cerita tanpa kata usai.

Bersama kamu, Sayang... adalah kita yang tak pernah lelah menanam rindu.

Rabu, 21 Mei 2014

Tas Siswi SMA


Pihak sekolah SMA Putri di kota Shan'a' yang merupakan ibu kota Yaman menetapkan kebijakan adanya pemeriksaan mendadak bagi seluruh siswi di dalam kelas. Sebagaimana yang ditegaskan oleh salah seorang pegawai sekolah bahwa tentunya pemeriksaan itu bertujuan merazia barang-barang yang di larang di bawa ke dalam sekolah, seperti : telepon genggam yang di lengkapi dengan kamera, foto-foto, surat-surat, alat-alat kecantikan dan lain sebagainya. Yang mana seharusnya memang sebuah lembaga pendidikan sebagai pusat ilmu bukan untuk hal-hal yang tidak baik..


Lantas pihak sekolah pun melakukan sweeping di seluruh kelas dengan penuh semangat. Mereka keluar kelas, masuk kelas lain. Sementara tas para siswi terbuka di hadapan mereka. Tas-tas tersebut tidak berisi apapun melainkan beberapa buku, pulpen, dan peralatan sekolah lainnya..
Semua kelas sudah dirazia, hanya tersisa satu kelas saja. Di mana kelas tersebut terdapat seorang siswi yang menceritakan kisah ini. Apa gerangan yang terjadi ?!
Seperti biasa, dengan penuh percaya diri tim pemeriksa masuk ke dalam kelas. Mereka lantas meminta izin untuk memeriksa tas sekolah para siswi di sana. Pemeriksaan pun di mulai..
Di salah satu sudut kelas ada seorang siswi yang di kenal sangat tertutup dan pemalu. Ia juga di kenal sebagai seorang siswi yang berakhlak sopan dan santun. Ia tidak suka berbaur dengan siswi-siswi lainnya, ia suka menyendiri, padahal ia sangat pintar dan menonjol dalam belajar..
Ia memandang tim pemeriksa dengan pandangan penuh ketakutan, sementara tangannya berada di dalam tas miliknya !
Semakin dekat gilirannya untuk di periksa, semakin tampak raut takut pada wajahnya. Apakah sebenarnya yang disembunyikan siswi tersebut dalam tasnya ?!
Tidak lama kemudian tibalah gilirannya untuk di periksa..
Dia memegangi tasnya dengan kuat, seolah mengatakan demi Allah kalian tidak boleh membukanya !
Kini giliran di periksa, dan dari sinilah di mulai kisahnya...
"Buka tasmu wahai putriku.."
Siswi tersebut memandangi pemeriksa dengan pandangan sedih, ia pun kini telah meletakkan tasnya dalam pelukan..
"Berikan tasmu.."
Ia menoleh dan menjerit, "Tidak... tidak... tidak.."
Perdebatan pun terjadi sangat tajam..
"Berikan tasmu.." ... "Tidak.." ... "Berikan.." ... "Tidak.."
Apakah sebenarnya yang membuat siswi tersebut menolak untuk dilakukan pemeriksaan pada tasnya ?!
Apa sebenarnya yang ada dalam tas miliknya dan takut dipergoki oleh tim pemeriksa ?!
Keributan pun terjadi dan tangan mereka saling berebut. Sementara tas tersebut masih di pegang erat dan para guru belum berhasil merampas tas dari tangan siswi tersebut karena ia memeluknya dengan penuh kegilaan !
Spontan saja siswi itu menangis sejadi-jadinya. Siswi-siswi lain terkejut. Mereka melotot. Para guru yang mengenalnya sebagai seorang siswi yang pintar dan disiplin (bukan siswi yang amburadul), mereka terkejut melihat kejadian tersebut..
Tempat itu pun berubah menjadi hening..
Ya Allah, apa sebenarnya yang terjadi dan apa gerangan yang ada di dalam tas siswi tersebut. Apakah mungkin siswi tersebut.... ??
Setelah berdiskusi ringan, tim pemeriksa sepakat untuk membawa siswi tersebut ke kantor sekolah, dengan syarat jangan sampai perhatian mereka berpaling dari siswi tersebut supaya ia tidak dapat melemparkan sesuatu dari dalam tasnya sehingga bisa terbebas begitu saja..
Mereka pun membawa siswi tersebut dengan penjagaan yang ketat dari tim dan para guru serta sebagian siswi lainnya. Siswi tersebut kini masuk ke ruangan kantor sekolah, sementara air matanya mengalir seperti hujan..
Siswi tersebut memperhatikan orang-orang di sekitarnya dengan penuh kebencian, karena mereka akan mempermalukannya di depan umum !
Karena perilakunya selama satu tahun ini baik dan tidak pernah melakukan kesalahan dan pelanggaran, maka kepala sekolah menenangkan hadirin dan memerintahkan para siswi lainnya agar membubarkan diri. Dan dengan penuh santun, kepala sekolah juga memohon agar para guru meninggalkan ruangannya sehingga yang tersisa hanya para tim pemeriksa saja..
Kepala sekolah berusaha menenangkan siswi malang tersebut. Lantas bertanya padanya, "Apa yang engkau sembunyikan wahai putriku..?"
Di sini, dalam sekejap siswi tersebut simpati dengan kepala sekolah dan membuka tasnya !
Detik-detik yang menegangkan..
Ya Allah, apa sebenarnya benda tersebut ?
Coba tebak.. ?
Di dalam tas tersebut tidak ada benda-benda terlarang atau haram, atau telepon genggam atau foto-foto, demi Allah, itu semua tidak ada !
Tidak ada dalam tas itu melainkan sisa-sisa roti..
Yah, itulah yang ada dalam tas tersebut !
Setelah mengorek informasi dari siswi tersebut seputar roti itu..
Setelah merasa tenang, siswi itu berkata, "Sisa-sisa roti ini adalah sisa-sisa dari para siswi yang mereka buang di tanah, lalu aku kumpulkan untuk kemudian aku sarapan dengan sebagiannya dan membawa sisanya kepada keluargaku. Ibu dan saudari-saudariku di rumah tidak memiliki sesuatu untuk mereka santap di siang dan malam hari bila aku tidak membawakan untuk mereka sisa-sisa roti ini..
Kami adalah keluarga fakir yang tidak memiliki apa-apa. Kami tidak punya kerabat dan tidak ada yang peduli pada kami..
Inilah yang membuat aku menolak untuk membuka tas, agar aku tidak dipermalukan di hadapan teman-temanku di kelas, yang mana mereka akan terus mencelaku di sekolah, sehingga kemungkinan hal tersebut menyebabkan aku tidak dapat lagi meneruskan pendidikanku karena rasa malu. Maka saya mohon maaf sekali kepada Anda semua atas perilaku saya yang tidak sopan.."
Saat itu juga semua yang hadir menangis sejadi-jadinya, bahkan tangisan mereka berlangsung lama di hadapan siswi yang mulia tersebut..
Maka tirai pun di tutup karena ada kejadian yang menyedihkan tersebut, dan kita berharap untuk tidak menyaksikannya..
Karenanya wahai saudara dan saudariku, ini adalah satu dari tragedi yang kemungkinan ada di sekitar kita, baik itu di lingkungan dan desa kita sementara kita tidak mengetahuinya atau bahkan kita terkadang berpura-pura tidak mengenal mereka..
Wajib bagi seluruh sekolah dan pesantren untuk mendata kondisi ekonomi para santri-santrinya agar orang yang ingin membantu keluarga fakir miskin dapat mengenalinya dengan baik..
Kita memohon kepada Allah agar tidak menghinakan orang yang mulia dan memohon pada-Nya agar Dia selalu menjaga kaum Muslimin di setiap tempat..
(Sumber Majalah Islam Internasional Qiblati)
Kutip dari Grup WA An-Nashihah
(islamedia.co)

Selasa, 20 Mei 2014

Cerita Hikmah: BERKAT SEDEKAH,TUKANG BECAK ITU MENGUNJUNGI BAITULLAH

becak by www.dokumenpemudatqn.com , tarekat, muslim, islam, tqn, suryalaya
(Becak)
Pak Parman, demikian orang-orang memanggilnya. Dia hanyalah seorang tukang becak. Sudah bisa ditebak, berapa kekayaannya? Dia hanya punya tempat tinggal, dan itu pun kost di tempat yang kumuh, yang gentengnya sewaktu-waktu bisa bocor karena hujan. Meski begitu, Pak Parman memiliki budi yang sangat mulia. Kemiskinan yang merenggut kehidupannya, tidak menutup mata batinnya untuk selalu berbagi kepada orang lain.

“Siapa kira orang miskin tidak bisa naik haji. Karena sedekah, tukang becak yang satu ini justru mendapatkan keberkahan untuk menunaikan rukun Islam kelima.”
Tapi, bukan harta yang bisa ia sumbangkan. Sebab, untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi berniat untuk berbagi harta kepada orang lain. Maka, yang hanya bisa dilakukan Pak Parman adalah “sedekah jasa”. Yaitu, setiap hari Jum’at ia menggratiskan semua penumpang yang naik becaknya. Ini adalah hal yang luar biasa. Tidak semua orang bisa melakukannya, apalagi orang miskin seperti dirinya. Maka, atas kebaikannya itulah, suatu “keberkahan hidup” kemudian menghampirinya.
Suatu ketika, di hari Jum’at pertama bulan Ramadhan, tiba-tiba, ada orang yang kaya raya mobilnya mogok. Kebetulan, mogoknya tidak jauh dari pangkalan becak Pak Parman. Orang kaya itu pun bertanya kepada supirnya, “Pir, kalau naik becak kira-kira ongkosnya berapa ya?”
“Paling juga dua sampai tiga ribuan,” jawab supir kepada majikannya.
Orang kaya tersebut pun memutuskan naik becak karena sebenarnya jarak dirinya dengan rumahnya sudah lumayan dekat. Maka, dipanggillah tukang becak yang ada di pangkalan tersebut dan kebetulan Pak Parman yang datang. Lalu, digoeslah becak itu oleh Pak Parman menuju rumah orang kaya tersebut. Setelah sampai di tempat, Pak Parman dikasih uang 10 ribu dan tidak usah dikembalikan. Namun, oleh Pak Parman uang itu ditolaknya.
“Kenapa Bapak menolaknya?” tanya orang kaya itu..
“Saya sudah meniatkan dari dulu, kalau setiap Jum’at saya menggratiskan semua penumpang yang naik becak saya,” jawabnya jujur.
Setelah itu, Pak Parman pun pergi meninggalkan orang kaya tersebut. Rupanya, kejadian itu sangat membekas di hati orang kaya tersebut. Orang kaya seperti dirinya saja tidak pernah sedekah, ini orang miskin malah melakukannya dengan begitu tulus. Lalu, dikejarlah Pak Parman. Setelah dapat, Pak Parman pun dikasih uang satu juta. Orang kaya itu pikir, Pak Parman akan menerimanya karena uangnya besar. Tapi, Pak Parman tetap menolaknya. Lalu, dinaikkan lagi menjadi dua juta dan tetap Pak Parman menolaknya. Alasan Pak Parman sama: dia tidak menerima uang sepeser pun di hari Jum’at untuk jasa ojek becaknya. Sebab, dia sudah meniatkannya untuk bersedekah. Subhanallah!
Tapi, hal ini justru membuat orang kaya tersebut semakin penasaran. Maka Jum’at berikutnya (di hari Ramadhan juga), orang kaya itu pun naik becak lagi. Ia sengaja meninggalkan supirnya untuk pulang ke rumah sendiri dan dia lebih memilih berhenti di pangkalan itu untuk bisa naik becak Pak Parman. Maka diantarlah orang kaya tersebut ke rumahnya oleh Pak Parman. Setelah sampai, Pak Parman pun diberikan uang yang lebih besar lagi, kali ini 10 juta. Orang kaya itu pikir Pak Parman akan tergoda oleh uang sebanyak itu. Tapi, lagi-lagi, perkiraannya meleset. Pak Parman, sekali lagi, menolak uang yang bagi dia itu sebenarnya sangat besar. Apalagi, sebentar lagi akan Lebaran dan uang itu pasti akan berguna buat dirinya dan keluarganya. Tapi, orangtua itu menolaknya dengan halus.
Kejadian ini benar-benar membuat orang kaya tersebut tidak mengerti. Kenapa orang miskin seperti Pak Parman tidak mau menerima uang sebesar itu? Padahal, uang itu bisa ia gunakan selama berbulan-bulan. Namun, rasa penasaran orang kaya itu rupanya tidak pernah berhenti. Jum’at berikutnya, dia pun naik becak milik Pak Parman lagi. Namun, kali ini ia minta diantarkan ke tempat yang lain.
“Pak, antarkan saya ke rumah Bapak,” pinta orang kaya.
“Memangnya, ada apa, Pak?” jawab Pak Parman polos.
“Pokoknya, antarkan saya saja.”
Akhirnya, Pak Parman terpaksa mengantarkan orang kaya itu ke rumahnya. Mungkin orang kaya itu hanya ingin menguji: apakah tukang becak itu benar-benar orang miskin ataukah tidak? Mereka pun akhirnya sampai di rumah Pak Parman. Betapa terkejutnya orang kaya itu, karena rumah yang dimaksud hanyalah sebuah rumah kost yang sangat jelek. Gentengnya sewaktu-waktu bisa roboh karena terpaan air hujan. Karena sangat iba melihat kejadian itu, orang itu pun merogoh uangnya sejumlah Rp. 25 juta.
“Ini Pak, uang sekedarnya dari saya. Mohon Bapak menerimanya,” pinta orang kaya kepada Pak Parman.
Apa reaksi Pak Parman? Ternyata, dengan halus dia pun tetap menolaknya. Hal ini benar-benar sangat mengejutkan orang kaya itu. Bagaimana bisa orang semiskin dia menolak uang pemberian sebesar Rp. 25 juta? Kalau bukan dia adalah lelaki yang luar biasa, yang memiliki budi yang sangat luhur.
Akhirnya orang kaya itu pun menyerah. Dia benar-benar kalah dengan ketulusan hati Pak Parman. Ia percaya bahwa apa yang dilakukan Pak Parman benar-benar tulus dari hatinya. Ia benar-benar tidak tergoda oleh indahnya dunia dan kilaunya uang jutaan rupiah. Mungkin ia satu pribadi yang langka dari 1000 orang yang ada, yang sewaktu-waktu hanya muncul di dunia. Luar biasa!
Tapi, orang kaya itu berjanji bahwa suatu saat ia akan memberikan yang terbaik buat tukang becak yang berhati mulia tersebut. Sebab, mungkin, baru kali ini hatinya terusik lalu disadarkan oleh orang miskin yang hanya seorang tukang becak. Dan waktu pun terus berlalu.
Lebaran telah tiba. Pak Parman dan orang kaya itu tidak bertemu lagi. Menjelang Lebaran Haji (Idul Adha), orang kaya itu kembali menemui Pak Parman di rumah kostnya. Kembali ia pun datang di hari Jum’at. Mudah-mudahan kali ini niatnya tidak sia-sia. Setelah mereka bertemu, di depan Pak Parman orang kaya kemudian bicara terus terang, “Pak, mohon kali ini niat baik saya diterima. Bapak dan istri serta anak Bapak akan saya berangkatkan haji ke Tanah Suci. Sekali lagi, mohon Bapak menerima niat baik saya ini?”
Pak Parman menangis di depan istri dan anak semata wayangnya. Pergi ke Mekkah saja tidak pernah ia bayangkan sejak dulu, ini apalagi ia dan keluarganya akan diberangkatkan naik haji. Ini benar-benar hadiah yang sangat luar biasa dari Allah swt. Tawaran orang kaya itu pun diterima Pak Parman dengan setulus hati.
Maka, Pak Parman dan keluarganya pun akhirnya pergi haji. Ya, seorang tukang becak yang miskin tapi memiliki hati yang sangat mulia akhirnya bisa melihat keagungan Ka’bah di Mekkah al-Mukarramah dan makam Nabi Muhammad saw di Madinah. Kebaikannya dibalas oleh Allah. Ia yang menolak satu juta, dua juta, 10 juta, hingga Rp. 25 juta, tapi Allah menggantinya dengan haji ke Baitullah, bersama istri dan anaknya! Jadi, berapa kali lipatkah keberkahan yang didapatkan Pak Parman karena sedekah yang ia lakukan setiap hari Jum’at?! Subhanallah!

Bahkan, tidak saja dihajikan secara gratis, Pak Parman akhirnya dibuatkan rumah oleh orang kaya tersebut. Maka, semakin berkahlah hidup si tukang becak berhati mulia itu. Dan sejak itu, Pak Parman pun bisa tinggal di sebuah tempat yang nyaman dan tidak memikirkan lagi uang untuk kost di bulan berikutnya.

Demikian kisah tukang becak yang bisa naik haji karena sedekah yang dilakukannya. Apakah kita sudah seperti Pak Parman? Dia yang miskin masih memikirkan untuk berbagi untuk orang lain, apalagi kita yang mungkin lebih mampu dibandingkan dia. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejaknya, terutama dalam hal ketulusannya dalam berbagi! 

Aamiin.

Senin, 19 Mei 2014

Kisah Menakjubkan Seorang Ibu ...


Bismillah ... Suatu hari seorang wanita duduk santai bersama suaminya , pernikahan mereka berumur 21 tahun, mereka mulai bercakap dan ia bertanya pada suaminya, ” Tidakkah engkau ingin keluar makan malam bersama seorang wanita?”. Suaminya kaget dan berkata,” Siapa? Saya tak memiliki anak juga saudara”. Wanita itupun kembali berkata,” Bersama seorang wanita yang selama 21 tahun tak pernah kau temani makan malam”. Tahukah kalian siapa wanita itu??

Ibunya…



Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)

Wanita itu berkata pada suaminya, ”Selama kita bersama tak pernah engkau bersama ibumu walau sejenak saja, hubungilah beliau, ajak makan malam berdua..luangkan waktumu untuknya”, suaminya terlihat bingung, seakan-akan ia lupa pada ibunya.

Maka hari itu juga ia menelpon ibunya, menanyakan kabar dan berkata “ Ibu, gimana menurutmu jika kita habiskan malam ini berdua, kita keluar makan malam. Saya akan menjemput ibu, bersiaplah”. Ibunya heran, ” Anakku, apakah terjadi sesuatu padamu?” jawabnya. ” Tidak ibu”, berulang kali sang ibu bertanya.

“ Ibu, malam ini saya ingin keluar bersamamu”. Mengherankan! Ibunya begitu tak percaya namun sangat bahagia.

“Mungkin kita bisa makan malam bersama, bagaimana menurutmu?”. Ibunya kembali bertanya, ”Saya keluar bersamamu anakku?”

Ibunya seorang janda, ayahnya telah lama wafat, dan anak lelakinya teringat padanya setalah 21 tahun pernikahannya. Hal yang sangat menggembirakannya, begitu lama waktu telah berlalu ia dalam kesendirian, dan datanglah hari ini, anaknya menghubunginya dan mengajaknya bersama. Seolah tak percaya, diapun bersiap jauh sebelum malam tiba. Tentu, dengan perasaan bahagia yang meluap-luap! Ia menanti kedatangan anaknya.

Laki-laki itupun bercerita : “ Setibaku di rumah menjemput ibu, kulihat beliau berdiri di depan pintu rumah menantiku”

Wanita tua…menantinya di depan pintu!

“Dan ketika beliau melihatku, segera ia naik ke mobil. Saya melihat wajahnya yang dipenuhi kebahagiaan, ia tertawa dan memberi salam padaku, memeluk dan menciumku, dan berkata: Anakku, tidak ada seorang pun dari keluargaku..tetanggaku…yang tidak mengetahui kalau saya keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti”

Lihat bagaimana jika seorang anak mengingat ibunya!

Sebuah syair berbunyi :

Apakah yang harus kulakukan agar mampu membalas kebaikanmu?

Apakah yang harus kuberikan agar mampu membalas keutamaanmu?

Bagaimanakah kumenghitung kebaikan-kebaikanmu ?

Sungguh dia begitu banyak..sangat banyak..dan terlampau banyak!

Dan kami pun berangkat, sepanjang jalan saya pun bercerita dengan ibu, kami mengenang hari-hari yang lalu.

Setiba di restoran, saya baru menyadari bahwa baju yang dikenakan ibu adalah baju terakhir yang Ayah belikan untuknya, setelah 21 tahun saya tak bersamanya tentu pakaian itu terlihat sangat sempit, dan saya pun terus memperhatikan ibuku.

Kami duduk dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak kami makan, kulihat ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepadaku, akhirnya kufahami kalau ibuku tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu. Ibuku sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat dengan jelas.

Kubertanya padanya,” Ibu, apakah engkau mau saya bacakan menunya?” Beliau segera mengiyakan dan berkata, “ Saya mengingat sewaktu kau masih kecil dulu, saya yang membacakan daftar menu untukmu, sekarang kau membayar utangmu anakku..kau bacakanlah untukku”

Maka sayapun membacakan untuknya, dan demi Allah..kurasakan kebahagiaan merasuki dadaku..

Beberapa waktu datanglah makanan pesanan kami, saya pun mulai memakannya. Tapi ibuku tak menyentuh makanannya, beliau duduk memandangku dengan tatapan bahagia. Karena rasa gembira beliau merasa tak selera untuk makan.

Dan ketika selesai makan, kami pun pulang, dan sungguh, tak pernah kurasakan kebahagian seperti ini setelah bertahun-tahun. Saya telah melalaikan ibuku 21 tahun lamanya.

Setiba di rumah, kutanyakan padanya : “ Ibu..bagaimana menurutmu kalo kita mencari waktu lain untuk keluar lagi?” beliau menjawab,” Saya siap kapan saja kau memintaku!”

Maka haripun berlalu, Saya sibuk dengan pekerjaan..dengan perdagangan..dan terdengar kabar Ibuku jatuh sakit. Dan beliau selalu menanti malam yang telah kujanjikan. Hari terus berlalu dan sakitnya kian parah. Dan…Ibuku meninggal dan tak ada malam kedua yang kujanjikan padanya.

Setelah beberapa hari, seorang laki-laki menelponku, ternyata dari restoran yang dulu kudatangi bersama ibuku. Dia berkata,” Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang telah lunas”

Kami pun ke restoran itu, setiba disana..pelayan itu mengatakan bahwa Ibu telah membayar lunas makanan untuk saya dan istri. Dan menulis sebuah surat berbunyi :

“Anakku, sungguh saya tahu bahwa tak akan hadir bersamamu untuk kedua kalinya. Namun, saya telah berjanji padamu, maka makan malamlah dengan uangku, saya berharap istrimu telah menggantikanku untuk makan malam bersamamu”

Saya menangis membaca surat ibuku…dimana saya selama ini ?? di mana cintaku untuk Ibu?? Selama 21 tahun….

….dikisahkan kembali dari muhadharah syekh Nabil al ‘audhy-hafizhahullahu ta’ala-

Wali Allah yang dituduh mencuri


Suatu waktu, saya naik kapal laut menyeberangi lautan untuk mencari barang yang saya perlukan. Kapal ini penuh dengan orang-orang asing yang hendak kembali kekampung halamannya.

Tidak sengaja saya melihat seorang pemuda yang sangat tampan, dan wajahnya bersinar. Duduknya sangat tenang tidak seperti penumpang lain yang mondar mandir karena penat.

Setelah beberapa saat mengarungi lautan, kemudian terdengar pengumuman dari awak kapal, bahwa Nahkoda Kapal kehilang barang yang sangat berharga, dan akan dilakukan pemeriksaan pada setiap penumpang, untuk itu para penumpang diharap duduk semua ditempatnya masing-masing.

Saya sebenarnya merasa heran, bagaimana mungkin Nahkoda kapal itu dapat kehilang barangnya, kalau tercecer rasanya mungkin tetapi kalau kecurian?

?Para penumpang silahkan duduk. Kami akan memulai pemeriksaan.?, demikian pengumuman diserukan oleh awak kapal.

Maka dimulailah pemeriksaan. Satu persaru para penumpang diperiksa dengan seksama oleh awak kapal. Tetapi setelah hampir semua diperiksa, barang yang hilang tersebut juga belum ditemukan, sampai akhirnya pemuda yang tampan itu tiba gilirannya untuk diperiksa.

Karena pemuda itu yang terakhir diperiksa, maka para awak kapal memeriksanya dengan kasar, mungkin pikirannya mereka, Ah?rasanya dialah yang mengambilnya, karena hanya dia yang belum diperiksa.

Sipemuda protes, karena merasa dikasari, dan melompat kepinggir kapal sambil berkata: ?Bukan saya pencurinya, kenapa kasar begitu??

Para awak kapal makin curiga, karena hanya pemuda itulah satu-satunya yang membantah dan mengejarnya serta berusaha menangkap sipemuda.

Akhirnya karena kepepet sipemuda akhirnya melompat kelaut.

Para penumpang berteriak terkejut dan ketakutan, kemudia semua melihat kearah pemuda tersebut menerjukan dirinya.

Sekali lagi mereka terkejut, ternyata dilautan pemuda tersebut tidak tenggelam bahkan duduk diatas permukaan laut seperti layaknya duduk dilantai. Kemudian pemuda itu berteriak dengan keras:

?Ya Allah, mereka semua telah menuduhku sebagai pencuri ! Demi ZatMu, wahai Pembela yang teraniaya, perintahkanlah agar ikan-ikan yang ada dilaut ini dimulutnya membawa permata berharga !!?

Tak lama kemudian para penumpang dan awak kapal melihat sekumpulan ikan keluar dari dalam lautan dan dimulutnya tampak batu-batu permata berkilauan. Dengan kuasa Allah, ribuan ikan seperti pasir saja layaknya mengelilingi sipemuda dengan membawa permata yang sangat berharga dan besar-besar.

Semua yang melihatnya menjadi silau dan berteriak menepukkan tangannya kepada sipemuda.

Saya tercengang dan tidak dapat berkata-kata, begitupun dengan para awak kapal, mereka jadi bingung merasa bersalah.

?Apakah kalian masih menuduhku, sedangkan harta Allah ada didepanku dan dapat saja kuambil dengan mudah?? Teriak sipemuda kepada kami semua. Kemudian pemuda tersebut menyuruh ikan-ikan tersebut kembali ketempatnya, dan kilauan pasir permata yang tadi ada tiba-tiba menghilang kembali menjadi lautan biasa.

Sipemuda berdiri diatas air dan berjalan secepat kilat menjauhi kapal sambil mulutnya terus mewiridkan:

"Hanya kepadaMulah aku menyembah, dan hanya kepadaMu aku memohon" Al-Fatihah: 4.

Saya tidak menduga kalau pemuda ini ialah termasuk para wali Allah seperti yang diterangkan oleh Rasulullah saw.:

"Akan tetap ada dalam umatku sebanyak 30 lelaki, hati mereka sama dengan Nabi Ibrahim AS, setiap mati seorang diantara mereka, maka akan diganti Allah orang lain ditempatnya.? "

Kamis, 15 Mei 2014

Tidak sempat


1198056_bambooMasih malam, jam 1:00, disaat orang masih terlelap tidur, pak Usman sudah bengun dan langsung bersiap-siap untuk pergi. Segala perbekalan dibawa termasuk makanan, minuman, dan golok. Mau ke mana pak Usman? Pak Usman adalah seorang pedagang bambu yang rumahnya di sekitar hutan bambu yang terletak di atas sebuah gunung.

Setelah perbekalan siap, dia pun ke luar rumah sambil melirik anak dan istrinya yang sedang nyenyak tidur. Mungkin, dia ingin berpamitan tetapi kasihan melihat anak dan istrinya sedang tidur pulas. Dia pun berangkat dan mengunci pintu dari luar. Tentu, pak Usman punya kunci duplikat karena hampir setiap hari ke luar malam
.
Dia pun menghampiri gerobak yang sudah terisi bambu. Ternyata temannya mang Dadan sudah menunggu disana.
“Yuk, kita berangkat.” kata pak Usman. Tanpa basa basi lagi mereka langsung mendorong gerobak menuruni jalan yang lumayan curam. Perjalanan pun ditempuh cukup lama. Mereka sesekali berhenti untuk beristirahat meminum kopi yang mereka bawa dengan botol bekas minuman air mineral.
Sampai di kota, mata hari pun sudah terbit. Sinar matahari yang sebenarnya belum terik, tetapi cukup untuk membuat tubuh Mang Dadan dan pak Usman basah kuyup karena keringat. Sesampainya di dekat pasar mereka pun berhenti dan berharap ada pembeli yang datang.
Sampai datang seorang pria setengah baya, dengan pakai ala haji (katanya) menghampiri mereka.
“Assalamu’alaikum…” kata bapak tersebut sambil tersenyum.
“Wa’alikum salam pak Haji.” Jawab pak Usman. Pak Usman manggil pak haji untuk tujuan menyenangkan calon pembelinya. Dia tidak tahu apakah orang ini sudah berhaji atau belum. Tapi dia tidak peduli, yang penting bapak ini senang dan membeli bambunya.
“Perlu bambu pak Haji?” tanya mang Dadan tidak kalah sopan.
“Betul, Mushola di tempat saya mau diperbaiki dan perlu bambu untuk stagger dan untuk reng.” kata orang yang yang dipanggil pak Haji. OK dech, kita sebut saja pak Haji.
“Kebetulan pak Haji, saya bawa bambu bagus. Baru datang, saya baru menebangnya kemarin. Silahkan dilihat.” kata pak Usman.
“Oh, baru datang yah? Memang bapak-bapak berangkat jam berapa dari rumah?” tanya pak Haji.
“Sekitar jam satu atau setengah dua, pak Haji.” jawab mang Dadan.
“Mmm. Ngomong-ngomong, bapak-bapak shalat shubuh dimana?” tanya pak Haji.
Mereka terkejut dengan pertanyaan ini, sebab mereka tidak shalat shubuh. Mereka malu, tetapi mereka tidak berani bohong.
“He he, tidak sempat pak Haji. Saya takut terlambat dan didahului oleh orang lain.” jawab pak Usman malu-malu.
Pak Haji pun tersenyum. “Mulai besok, bagaimana jika berangkat lebih malam, jadi begitu waktu subuh, bapak-bapak bisa menyempatkan diri untuk shalat sambil beristirahat.”
“Baik pak Haji.” jawab mereka serempak sambil tersenyum malu-malu. “Oh ya, mau beli semua pak Haji?”
“Oh iya, hampir lupa. Berapa semuanya?” tanya pak Haji. Setelah sepakat harga, mereka pun langsung mendorong gerobak menuju Mushala yang sedang direnovasi.

Kisah : Jebakan pisang


cerita motivasi tentang kesuksesanTersebutlah ada seekor monyet yang hidup di benua afrika. Musim kurang bagus, sehingga makan sulit untuk didapat. Si monyet berkeliling mencari makanan ke berbagai tempat, kadang menemukan kadang juga tidak.

Sampai ke sebuah tempat, dia melihat sebuah pisang dalam sebuah wadah. Begitu menggiurkan, pisangnya sudah kuning dan besar. Pastinya enak untuk dimakan.
Si monyet pun menghampirinya, semakin dekat semakin jelas, bahwa pisang itu benar-benar pisang yang sudah matang dan harum sekali baunya.

Namun ada yang aneh, pisang itu berada dalam sebuah wadah.
Si monyet pun mencari cara, dan akhirnya dia menemukan sebuah lubang. Aha, ini dia cara mengambil pisang itu, pikirnya. Tanpa pikir panjang, dia pun memasukan tangannya untuk mengambil pisang tersebut.
Namun apa yang terjadi, tangannya sulit dikeluarkan. Dia tidak bisa mengeluarkan tangannya yang sedang mengenggam sebuah pisang. Dia mencoba berkali-kali menarik tangannya, namun tidak bisa terlepas.
Si monyet terus berkata, “saya ingin pisang ini, saya lapar”. Sambil terus menarik-narik tangannya. Namun tidak juga terlepas. Dan kejadian ini terus berlangsung, sampai datang beberapa orang manusia yang menangkapnya.
Kasihan …

Hikmah Cerita Motivasi Tentang Kesuksesan: Jebakan Pisang

Dalam hidup ini, kebanyakan kita cendrung bergantung pada sesuatu atau seseorang  dan menolak untuk melepaskannya. Kita kemudian meyakinkan diri kita bahwa bahwa kita memang membutuhkannya, tidak bisa lepas, bahkan tidak bisa hidup tanpa orang atau benda ini.
Tentu saja, bukan hanya benda atau orang. Ketergantungan manusia juga bisa kepada berbagai keyakinan dan kebiasaanya. Dia tidak mau untuk melepaskan keyakinan tertentu, padahal keyakinan itu sebenarnya membatasi hidup dia.

Rabu, 14 Mei 2014

Sidik Jari Dalam Kubur


Saya mengerti jika anda menganggap judul kisah ini cukup mengherankan, tetapi kejadian yang diceritakan sesungguhnya lebih mengherankan lagi. Kisah ini tentang perasaan yang telah mati dan qalbu yang tidak sedikitpun mengingat hal-hal ghaib yang patut diimani. Ini adalah kisah nyata yang terjadi beberapa tahun yang lalu di Mesir, tepatnya di kota Kairo.


Adalah sejumlah laki-laki muda bersaudara yang memiliki hubungan yang harmonis, hanya saja orang tua mereka tidak mendidik mereka dalam nuansa religius mencintai agama dan taat kepada Allah. Dia tidak mengarahkan mereka untuk mempelajari agama ini, sebaliknya pendidikan dan pembinaan yang diberikannya hanya berbau materi belaka, makanan dan minuman yang enak, pakaian yang bagus, sekolah elit, dan rumah mewah; sayang tanpa simpul agama yang menghubungkan mereka dengan Allah subhanahu wa ta’ala.
Ayah mereka memiliki sejumlah property berupa berbagai bangunan dan berbidang tanah yang luas, serta sejumlah mobil pribadi. Termasuk bangunan indah miliknya sebuah vila di bibir pantai sungai Nil. Ini semua belum termasuk sejumlah uang yang tersimpan dalam rekening banknya.
Kepastian itu pun datang,  sang ayah dipagut sakaratul  maut. Ketika tanda-tanda kematiannya semakin jelas, mereka, anak-anaknya itupun berkumpul di sekelilingnya. Laki-laki kaya raya yang sekarat itu berwasiat kepada mereka supaya saling mengasihi dan jangan sampai terjadi pertikaian diantara mereka. Anak-anaknya pun berjanji kepada sang ayah yang terbaring tak berdaya. Tidak berselang berapa lama, laki-laki kaya raya itupun meninggalkan segala kejayaannya di dunia ini, kematian menyudahi segala kenikmatan dunia yang sesungguhnya tiada seberapa.
Anak-anaknya pun segera menyelenggarakan kewajiban terhadap jenazah ayah mereka, memandikan, mengafani, menyalatkan, dan akhirnya meguburkannya. Selesai mengubur jenazah sang ayah, mereka keluar dari kuburannya. Tiba-tiba salah seorang du antara mereka minta izin kepada saudara-saudara serta kerabatnya yang lain untuk turun kembali ke ruang makam untuk meyakinkan bahwa jenazah sang ayah telah dibaringkan menghadap kiblat. Mereka pun mengizinkannya.
Perlu diketahui bahwa pemakaman di Mesir adalah ruang bawah tanah, di situlah jenazah dikebumikan. Cara seperti ini populer di kalangan keluarga-keluarga kaya di Mesir.
Lima belas menit berlalu, tetapi saudara mereka yang turun tersebut belum juga kembali, padahal satu atau dua menit saja harusnya sudah selesai. Mereka pun menjadi gelisah, hingga salah seorang memutuskan untuk memeriksa ke bawah.
Begitu sampai di bawah dia mendapatkan hal yang sangat mengejutkan. Dia menemukan saudaranya itu telah tewas di samping jenazah ayah mereka. Keanehan ini tidak hanya sampai disitu, karena dia menemukan saudaranya yang tewas tersebut ternyata telah membuka bagian atas kafan jenazah ayah mereka dan mengeluarkan tangannya dari bungkusan kafan. Jari jenazah tersebut dilumuri tinta. Setelah mengamati lebih teliti pahamlah dia apa yang terjadi, saudaranya itu ternyata hendak membubuhkan cap jempol ayah mereka di selembar kertas yang berisi akad bahwa sang ayah telah menjual vila di pinggir sungai Nil kepadanya, tetapi sebelum niat culasnya itu kesampaian, dia tewas di samping jenazah ayah mereka. Malaikat maut telah mengambil nyawanya. La haula wala quata illa billahil ‘aliyil ‘azhim.
Demikianlah qalbu-qalbu yang telah mati, pada saat yang seharusnya orang yang masih hidup mengambil pelajaran dari jenazah yang baru diantarnya supaya dapat mempersiapkan diri lebih baik untuk menghadapi jika hari ini datang kepadanya, ternyata sebagian kita yang masih hidup ini telah mati hatinya sebelum kematian menjemput, tidak mengambil pelajaran dan  ibrah dari orang-orang yang meninggal sebelum dirinya…
Ya Allah anugerahkanlah kepada kami husnul khatimah.

Kisah Makam Seukuran Ubin dan Seorang Gadis ABG Mualaf di Jerman

Beberapa waktu yang lalu, kami membaca sebuah kisah yang ditulis salah seorang sahabat kami (muslimah) yang sedang belajar di kota Duisburg, Jerman. Beliau menceritakan kisahnya ketika bertemu dengan salah seorang gadis remaja di Jerman selama bulan Ramadhan kemarin. Kisah yang membuat hati ini merinding karena gadis Jerman muallaf tersebut telah mengajarkan kepada kita bagaimanakah
seharusnya bersikap dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Atas ijin sahabat kami tersebut, kami tulis ulang kisah ini dengan beberapa penyesuaian ejaan dan tanda baca tanpa mengubah makna. Selanjutnya, kami membahas beberapa faidah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut.

Kisah Makam Seukuran Ubin dan Seorang Gadis ABG Mualaf di Jerman

Beberapa waktu yang lalu aku melewati pemakaman orang Jerman. Terlihat seperti taman bunga, dengan deretan bunga warna-warni kecuali ada nisan menyembul di sela-selanya. Tampaknya kebiasaan orang Jerman menanam bunga di atas makam. Kalau tidak langsung ditanam di atas tanah, kadang pot-pot bunga diletakkan di atasnya. Tapi bukan ini yang aneh.
Setelah melewati komplek pemakaman penuh bunga, aku melewati komplek pemakaman berbaris dan berderet yang masing-masing besarnya hanya seukuran ubin. Membuatku berpikir lama. Makam apakah ini? Mengapa kecil sekali? Makam binatangkah? Maklum, orang Jerman ini mencintai anjing sebagaimana mencintai anak.
Ternyata makam kecil ini adalah makam abu. Makam manusia yang dibakar dan abunya dikubur. Saking begitu atheisnya sebagian besar orang Jerman, mereka tidak percaya dengan kematian. Tidak pula percaya dengan kehidupan setelah kematian. Harga tanah untuk pemakaman sangat mahal dan biaya perawatan dan sewanya per tahun juga sangat mahal. Jadi, tidak jarang orang Jerman -sekalipun kaya- karena berpikir terlalu ‘realistis’, tidak sedikit pun takut kematian dan tidak ingin memberatkan orang yang masih hidup, mereka berwasiat dibakar saja. Kadang kalau ingin anonim atau tidak ingin memberatkan lagi, abunya diterbangkan saja di udara. Dan jika masih ingin dikenang tapi dengan sewa tanah murah cukup menyewa tanah pemakaman seukuran ubin. Dan itulah deretan makam yang kulihat saat itu.
Selanjutnya, aku melompat ke kisah pertemuanku dengan seorang muslimah Jerman (mualaf) yang masih muda. Dia masih SMU dan sebagaimana kebiasaan umumnya remaja Jerman saat puber, mereka mulai memisahkan diri tinggal dari ortunya. Biasanya mereka akan tinggal bersama pacarnya di apartemen. Dan muslimah mualaf ini pun mempunyai masa lalu seperti itu. Hingga dia memeluk Islam secara diam-diam, dan mencari Islam lewat internet dan kini dia tinggal seorang diri. Kadang sepekan sekali dia mengunjungi orang tuanya. Tetapi jika hendak memasuki rumah ortunya, dia akan tengok kanan kiri dulu hingga tidak ada orang, lalu di depan pintu dia melepas jilbabnya. Alasannya, karena ayahnya memiliki penyakit jantung dan selama ini ayahnya sangat membenci Islam. Jadi dia tidak ingin ayahnya kaget lalu memperparah sakitnya.
Perlu Anda ketahui, meskipun dia baru berjilbab saat awal ramadhan kemarin, tapi dari pertama aku bertemu dengannya saat ramadhan, kerudungnya menjuntai hingga selutut, dan dia menggunakan rok lebar berwarna gelap. Simpel dan polos. Inilah yang membuatku penasaran. Aku bertanya darimana dia mengetahui tentang jilbab hingga memutuskan berjilbab seperti ini. Padahal menurut pengakuannya, sebelum masuk Islam dia senang menggunakan pakaian minim dan sexy. Dia menjawab, mengetahuinya dari internet. Rasa penasarannya terhadap Islam sangat kuat hingga dia mencari apa-apa dari internet karena memang dia tidak tahu ke mana dia harus bertanya. Lalu apa yang membuatnya berani berubah sedrastis ini? Dia menjawab: karena dia merenungi kematian. Dulu sebagaimana remaja yang lahir dan tumbuh di negara macam Jerman pada umumnya, dia tidak percaya Tuhan hingga dia mulai berpikir tentang kematian.
“Mengapa kamu memilih Islam?”, tanyaku lagi semakin penasaran. Lalu dia bercerita bahwa sejak sekolah setingkat SD dia memiliki teman-teman muslim yang berkebangsaan Turki, karena bangsa Turki adalah komunitas muslim yang mendominasi Jerman. Sayangnya, tidak ada satu pun dari mereka hingga remaja yang menjalankan agamanya, tetapi orang tua mereka terkadang ada yang masih menjalankannya, meskipun ala kadarnya. Saat berkunjung ke rumah teman-temannya yang muslim dan melihat orang tua mereka masih menjalankan syariat Islam, itulah yang membuat dia berpikir bahwa begitulah seharusnya orang menjalani hidup. Lalu entah bagaimana dia juga selalu merasa tenang setiap mendengar bacaan Al-Qur’an. Dari rasa penasarannya itu, tujuh tahun dia membaca-baca tentang Islam dari internet hingga akhirnya dia memutuskan masuk Islam. “I feel like I am addicted to Islam”, begitulah pengakuannya.
Dia menunjukkan mobile phone-nya yang berisi list murotal Al-Qur’an. “Aku sudah mencoba mendengar semua reciter yang ada di sini, tapi aku paling suka yang ini,” katanya. Dia senang mendengar bacaan Al-Qur’an sehingga pernah aku menemuinya sedang mendengarkan murotal sambil jalan sebagaimana remaja-remaja seusianya mendengarkan musik, meski dia tidak mengetahui sedikit pun artinya. Jawabannya selalu sama, “I feel like I am addicted.”
Lalu beberapa waktu yang lalu tiba-tiba dia berkata padaku, “Aku akan segera menceritakan ke ayahku bahwa aku adalah muslim. Aku benar-benar ingin segera,” katanya. “Kenapa?” tanyaku penasaran karena baru beberapa hari yang lalu dia bercerita dia akan memberitahukan ke ayahnya pelan-pelan saja karena khawatir penyakit ayahnya semakin parah. Jawabannya itu yg akhirnya benar-benar membuatku merinding.
“Aku sangat menyayangi ayahku dan aku mendengar ayahku berwasiat jika dia meninggal dia ingin dibakar, dan aku tidak ingin itu. Aku harus membawakannya banyak buku-buku Islam dan aku akan memintanya mendengarkan Al-Qur’an agar dia masuk Islam dan aku menginginkannya segera, agar jika dia meninggal dia telah menjadi muslim dan dia tidak menginginkan dibakar lagi.”
Lalu dia melanjutkan kata-katanya lagi, “Aku juga harus segera menulis surat wasiat. Usia manusia tidak ada yang tahu. Jika nanti meninggal, aku tidak ingin orang tuaku memakamkanku dengan prosesi pemakaman bukan Islam. Orang tuaku harus segera tahu bahwa aku muslim dan aku akan membuat wasiat dimakamkan harus secara muslim. Aku juga harus mulai menabung karena biayanya sangat besar, jika orang tuaku tidak setuju mereka tetap harus melaksanakan wasiatku karena prosesi itu semua akan menggunakan uang tabunganku sendiri, bukan uang mereka.”
Sebelumnya perlu saya sampaikan, bahwa dia ini muallaf, masih SMU, baru berjilbab awal ramadhan kemarin, dan dia dalam kondisi sehat wal afiat saat ini dan insya Allah tidak sedang sakit apa pun. Tapi itulah sedikit dari penuturannya yg membuatku terkesan.

Beberapa Faidah dari Kisah di Atas

Membaca cerita di atas, setidaknya ada beberapa faidah yang bisa kita ambil.
1- Keimanan terhadap hari akhir, pembeda seorang muslim dengan orang kafir
Di antara pokok keimanan yang membedakan seorang muslim dengan orang kafir adalah keimanan terhadap hari akhir. Keimanan terhadap hari akhir meliputi keimanan terhadap fitnah qubur, hari kiamat, hari kebangkitan, surga dan neraka. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ السَّاعَةَ لَآَتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.” (QS. Al-Mu’min [40]: 59)
Dari kisah di atas, sangat jelas terlihat bagaimana gambaran kehidupan seorang kafir yang tidak percaya terhadap adanya kehidupan setelah kematian. Mereka menganggap bahwa kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia semata, dan setelah itu mereka mati dan selesailah segala urusan, tidak ada pertanggungjawaban. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kehidupan mereka hanya diisi dengan sibuk mengejar dunia dan segala kesenangan di dalamnya. Sebagaimana yang kami lihat sendiri, mayoritas hari-harinya diisi dengan bekerja dari pagi sampai malam; ketika akhir pekan tiba, saatnya untuk pesta sampai pagi, tidur panjang di siang harinya, atau rekreasi ke berbagai negara dan lain sebagainya.
2- Islam dan As-Sunnah, kenikmatan yang hakiki
Namun jangan dikira bahwa kehidupan seperti itu adalah kehidupan yang menyenangkan. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan monoton, yang kosong tanpa isi. Oleh karena itu, seseorang masih berada dalam fitrahnya seperti gadis Jerman di atas, dia akan mudah melihat dan merasakan bahwa kehidupan seorang muslim yang hari-harinya diisi dengan beribadah kepada Allah Ta’ala, berdzikir dan membaca Al Qur’an, itulah kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan seperti inilah yang merupakan kenikmatan yang membahagiakan hati dan menentramkan jiwa-jiwa manusia.
Nikmat berjalan di atas Islam dan As-Sunnah inilah nikmat yang hakiki dan kita diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk terus mencarinya. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,Nikmat itu ada dua, nikmat muthlaqoh (mutlak) dan muqoyyadah (nisbi/relatif). Nikmat muthlaqoh adalah nikmat yang mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, yaitu nikmat Islam dan Sunnah. Nikmat inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada kita untuk memintanya dalam doa kita agar Allah menunjukkan kepada kita jalan orang-orang yang Allah karuniakan nikmat itu padanya”. (Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal 5)
Kenikmatan ini hanya Allah Ta’ala berikan khusus kepada hamba-hambaNya yang dicintai-Nya. Dengan nikmat inilah kita dapat meraih surga beserta segala kemewahan di dalamnya. Oleh karena itu, ketika shalat kita selalu berdoa,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
”Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah [1]: 6-7)
Inilah nikmat yang hendaknya membuat hati kita bergembira dan berbahagia, melebihi berbagai nikmat duniawi yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada kita. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah, ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’” (QS. Yunus [10]: 58)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” dalam ayat di atas adalah Al Qur’an, yang merupakan nikmat dan karunia Allah yang paling besar serta keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah agama dan keimanan. Dan keduanya itu lebih baik dari apa yang kita kumpulkan berupa perhiasan dunia dan kenikmatannya. (Lihat Taisiir Karimir Rahmaan, hal. 367)
Adapun nikmat berupa berupa harta dan kesenangan duniawi, maka inilah yang sifatnya nisbi (nikmat muqayyadah). Karena nikmat semacam ini juga Allah Ta’ala karuniakan kepada hamba-hamba-Nya yang kafir. Bisa jadi mereka lebih banyak hartanya dibandingkan kita. Mungkin pula kenikmatan berupa harta ini adalah bentuk istidroj (tipuan) dari Allah Ta’ala sehingga manusia semakin tersesat dan semakin menjauh dari jalan-Nya yang lurus. Atau bisa jadi merupakan bentuk ujian dari Allah kepada manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ …
“Jika Allah memberikan kenikmatan kepada seorang hamba padahal dia tetap dengan maksiat yang dikerjakannya, maka sesungguhnya itu adalah istidroj …” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (IV/145) no. 17349. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 413).
Marilah kita merenungkan firman Allah Ta’ala,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am [6]: 44)
3- Nasihat terbaik itu adalah kematian
Sesuatu yang mencengangkan hati kita membaca kisah di atas bahwa mengingat kematian adalah faktor pendorong sampainya hidayah kepada gadis tersebut. “Kematian”, inilah penghancur kenikmatan yang mungkin susah payah kita raih selama hidup di dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan.” (HR. An-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Hadits ini dinilai hasan shahih oleh Syaikh Al-Albani).
Yang dimaksud dengan “pemutus kelezatan” dalam hadits di atas adalah kematian. Kematian disebut haadzim” (pemutus) karena menjadi sebab pemutus kelezatan dunia.
Betapa banyak di antara kita yang sering mengantar jenazah sampai ke pekuburan, namun hal itu tidak mampu menjadi nasihat untuk memperbaiki diri kita? Ya Allah, lindungilah kami dari jiwa-jiwa yang mati dan tidak bisa menerima nasihat! Kematian inilah yang seharusnya mengerem kita agar tidak tertipu dan terbuai dengan kehidupan dunia sebagaimana kisah di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian), karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang. Dan jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).
4- Tidak mungkin berkumpul dalam satu jiwa: kecintaan terhadap musik dan kecintaan terhadap Al-Qur’an
Faidah berikutnya dari kisah di atas adalah bahwa kecintaan seseorang terhadap Al-Qur’an akan menyingkirkan kecintaan terhadap musik dan nyanyian. Sebaliknya, kecintaan seseorang terhadap musik dan nyanyian akan menyingkirkan kecintaan terhadap Al-Qur’an. Tidak mungkin kecintaan terhadap keduanya berkumpul dalam satu jiwa yang sama. Ketika hati gadis Jerman di atas mulai mencintai Al-Qur’an, maka hal itu mendorongnya untuk meninggalkan musik dan nyanyian. Berbeda dengan kebanyakan gadis ABG yang kita lihat, saking cintanya mereka terhadap musik dan nyanyian, sampai-sampai hapal puluhan nyanyian dengan begitu mudahnya, namun mereka sulit untuk diajak menghapal Al-Qur’an. Maka benarlah bahwa nyanyian merupakan salah satu cara setan untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman [31]: 6)
Tentang maksud dari firman Allah Ta’ala “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat di atas, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,”Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia semata, (yang dimaksud dengan ‘perkataan yang tidak berguna’) adalah nyanyian”. Beliau mengulangi sumpahnya tersebut sampai tiga kali. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ma’khul, Amr bin Syu’aib, dan Ali bin Badzimah radhiyallahu ‘anhum. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, 6/330-331)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah menulis surat kepada pendidik anak-anaknya. Beliau rahimahullah berkata, ”Hendaklah yang mereka ketahui pertama kali dari pengajaranmu adalah rasa benci terhadap alat-alat musik. Karena hal itu berawal dari setan dan mendatangkan kebencian dari Ar-Rahman. Sungguh telah sampai kepadaku dari orang-orang terpercaya yang berilmu, bahwa menghadiri tempat musik dan mendengarkan nyanyian akan menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam dada sebagaimana air menumbuhkan rerumputan”. (Ighatsatul Lahfan, 1/250)
5- Dakwah kepada orang tua dan keluarga terdekat
Nasihat penting dari kisah di atas adalah hendaknya kita tidak melupakan dakwah kepada orang tua kita. Mungkin di antara kita ada yang begitu bersemangat untuk berdakwah kepada teman atau masyarakat luas pada umumnya, namun justru merupakan orang tuanya sendiri. Kita biarkan orang tua kita masih tenggelam dalam kebodohan terhadap ilmu agama, terjerumus dalam berbagai macam kemusyrikan atau kebid’ahan. Padahal, bagaimana mungkin kita melupakan dakwah kepada orang tua, sedangkan Allah Ta’ala memerintahkan,
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 214)
Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam, beliau berdakwah kepada bapaknya sebagaimana yang Allah Ta’ala ceritakan dalam Al-Qur’an,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45)
“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?  Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan”. (QS. Maryam [19]: 41-45)
Begitu pula dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berdakwah kepada paman-pamannya. Di antaranya, ketika pamannya Abu Thalib hendak meninggal dunia, Rasulullah mendatanginya untuk mendakwahinya agar masuk Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pamannya,
يَا عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai pamanku! Katakanlah ‘laa ilaaha illallah’, suatu kalimat yang dapat aku jadikan sebagai hujjah (argumentasi) untuk membelamu di sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, kisah di atas menjadi nasihat berharga agar kita tidak melupakan dakwah kepada orang tua dan keluarga kita yang lainnya.
Demikianlah beberapa faidah yang dapat kami kumpulkan dari kisah di atas. Semoga Allah Ta’ala melembutkan hati kita untuk mudah menerima nasihat dan kebenaran dari siapa pun orangnya.

Selesai ditulis di Rotterdam, Belanda, 24 Dzulhijjah 1434
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.
Artikel Majalah Muslim.Or.Id